30 Soal Essay Bab 9 Ijtihad - PAI Kelas 12 SMA/SMK

Berikut adalah 30 contoh soal Essay Bab 9 Ijtihad pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas 12 SMA/SMK beserta jawabannya materi:
A. Pengertian Ijtihad
B. Urgensi dan Kedudukan Ijtihad
C. Syarat-syarat Mujtahid
D. Masalah-masalah Ijtihadiyah
E. Penyebab Terjadinya Perbedaan Ijtihad
F. Bentuk-bentuk Ijtihad

A. Pengertian Ijtihad

Soal 1:
Apa pengertian ijtihad dalam konteks hukum Islam? Jelaskan mengapa ijtihad dianggap penting dalam pemahaman dan pengembangan hukum Islam.

Jawaban 1:
Pengertian ijtihad dalam konteks hukum Islam adalah usaha sungguh-sungguh dari seorang mujtahid (cendekiawan hukum Islam) untuk menetapkan hukum-hukum syari'ah. Ijtihad penting dalam pemahaman dan pengembangan hukum Islam karena memungkinkan penyesuaian hukum Islam dengan perubahan zaman dan situasi yang kompleks.

Soal 2:
Apa yang dimaksud dengan kata "jahada" dalam Al-Qur'an, dan bagaimana konsep ijtihad terkait dengan penggunaan kata ini?

Jawaban 2:
Kata "jahada" dalam Al-Qur'an mengandung arti "pengarahan segala kesanggupan dan kekuatan" atau "berlebih-lebih dalam sumpah". Konsep ijtihad terkait dengan penggunaan kata ini karena ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh untuk mencari dan menetapkan hukum syari'ah, yang memerlukan pengarahan kesanggupan dan kemampuan.

Soal 3:
Bagaimana Imam Al-Ghozali mendefinisikan ijtihad, dan mengapa ijtihad dianggap sebagai alat untuk menggali hukum Islam?

Jawaban 3:
Imam Al-Ghozali mendefinisikan ijtihad sebagai "usaha sungguh-sungguh dari seorang mujtahid dalam rangka mengetahui/menetapkan tentang hukum-hukum syari'ah." Ijtihad dianggap sebagai alat untuk menggali hukum Islam karena melalui ijtihad, cendekiawan hukum Islam dapat mencari pemahaman yang lebih dalam tentang hukum-hukum syari'ah.

Soal 4:
Apa yang dimaksud dengan "zann" dalam konteks ijtihad, dan mengapa hukum yang dihasilkan melalui ijtihad memiliki status zanni?

Jawaban 4:
Dalam konteks ijtihad, "zann" mengacu pada dugaan kuat yang memiliki kemungkinan salah. Hukum yang dihasilkan melalui ijtihad memiliki status zanni karena merupakan pemahaman yang berat ke arah benar, tetapi masih mengandung kemungkinan kesalahan.

Soal 5:
Bagaimana definisi ijtihad menurut Ushul Fiqh, dan mengapa pencurahan kemampuan maksimal diperlukan dalam ijtihad?

Jawaban 5:
Menurut Ushul Fiqh, ijtihad didefinisikan sebagai "pencurahan kemampuan secara maksimal yang dilakukan oleh faqih (mujtahid) untuk mendapatkan zann (dugaan kuat) tentang hukum syar'i." Pencurahan kemampuan maksimal diperlukan dalam ijtihad karena untuk mencapai pemahaman hukum syari'ah yang kuat, seorang mujtahid harus berusaha sungguh-sungguh dan memaksimalkan kemampuannya.

B. Urgensi dan Kedudukan Ijtihad

Soal 1:
Apa yang dimaksud dengan ijtihad dalam konteks hukum Islam? Jelaskan mengapa ijtihad dianggap penting dalam pengembangan hukum Islam.

Jawaban 1:
Ijtihad dalam konteks hukum Islam adalah usaha sungguh-sungguh dari seorang mujtahid (cendekiawan hukum Islam) untuk menetapkan hukum-hukum syari'ah. Ijtihad dianggap penting dalam pengembangan hukum Islam karena memungkinkan penyesuaian hukum Islam dengan perubahan zaman dan situasi yang kompleks.

Soal 2:
Apa yang dimaksud dengan tiga bagian hukum melakukan ijtihad? Jelaskan perbedaan antara ketiganya.

Jawaban 2:
Tiga bagian hukum melakukan ijtihad, yakni:
  • Wajib ‘ain: Wajib bagi orang yang membutuhkan fatwa hukum mengenai suatu peristiwa yang terjadi dan khawatir peristiwa itu akan lenyap tanpa ada kepastian hukumnya atau mereka sendiri mengalami peristiwa yang ingin mengetahui hukumnya.
  • Wajib kifayah: Wajib bagi orang yang membutuhkan fatwa hukum yang dikhawatirkan lenyapnya peristiwa itu, tetapi terdapat mujtahid lain yang masih aktif. Jika tidak ada mujtahid yang aktif, maka wajib kifayah berlaku, dan jika ada satu mujtahid yang memberikan fatwa, maka gugurlah kewajiban ijtihad atas yang lain.
  • Sunnah: Ijtihad yang dilakukan mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak terjadi. Perbedaan antara ketiganya terletak pada kewajiban dan urgensi melakukan ijtihad. Wajib ‘ain adalah yang paling mendesak, diikuti oleh wajib kifayah, dan sunnah adalah yang paling bersifat opsional.

Soal 3:
Apa urgensi upaya ijtihad dalam Islam, dan bagaimana ijtihad berkontribusi dalam pembeharuan hukum Islam?

Jawaban 3:
Urgensi upaya ijtihad dalam Islam adalah untuk menjawab perubahan zaman, mengkoreksi kekeliruan dalam ijtihad yang lalu, dan memperbaharui hukum Islam yang mungkin sudah tidak relevan. Ijtihad berkontribusi dalam pembeharuan hukum Islam dengan memungkinkan penyesuaian hukum Islam dengan tuntutan dan kondisi zaman yang berubah.

Soal 4:
Apa yang dimaksud dengan fungsi al-Ruju’, al-Ihya, dan al-Inabah dalam konteks ijtihad, dan mengapa ketiga fungsi ini penting?

Jawaban 4:

Fungsi al-Ruju' (kembali): Mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada Al-qur'an dan Sunnah dari segala interpretasi yang mungkin kurang relevan.

Fungsi al-Ihya (kehidupan): Menghidupkan kembali nilai-nilai dan semangat Islam agar dapat menjawab tantangan zaman.

Fungsi al-Inabah (pembenahan): Membenahi ajaran-ajaran Islam yang telah diijtihad oleh ulama' terdahulu, dan mengkoreksi kesalahan yang mungkin terjadi dalam konteks zaman dan kondisi yang berubah.

Ketiga fungsi ini penting karena memastikan bahwa hukum Islam tetap relevan dan dapat diaplikasikan dalam situasi-situasi yang berubah.

Soal 5:
Bagaimana ijtihad digunakan sebagai hujah dalam menetapkan hukum berdasarkan Firman Allah surat An-Nisa’: 59? Jelaskan konsep penggunaan ijtihad sebagai dasar hukum dalam Islam.

Jawaban 5:
Ijtihad digunakan sebagai hujah dalam menetapkan hukum berdasarkan Firman Allah surat An-Nisa’: 59 yang menyatakan, "Jika kamu mempersengketakan sesuatu maka kembalikanlah sesuatu tersebut kepada Allah dan Rasul-Nya." Konsep penggunaan ijtihad sebagai dasar hukum dalam Islam mengacu pada usaha sungguh-sungguh para mujtahid untuk mencari pemahaman hukum syari'ah melalui proses ijtihad yang teliti dan berdasarkan Al-qur'an dan Sunnah. Dengan demikian, ijtihad menjadi alat untuk memahami dan menetapkan hukum Islam dengan merujuk pada sumber-sumber utama agama tersebut.

C. Syarat-syarat Mujtahid

Soal 1:
Apa yang dimaksud dengan mujtahid, dan mengapa tidak semua orang dapat menjadi mujtahid? Jelaskan.

Jawaban 1:
Mujtahid adalah seorang cendekiawan dalam hukum Islam yang memiliki kemampuan untuk melakukan ijtihad, yaitu usaha sungguh-sungguh dalam menetapkan hukum-hukum syari'ah. Tidak semua orang dapat menjadi mujtahid karena harus memenuhi sejumlah syarat yang ketat, seperti keberakalan, keimanan, pemahaman Al-qur'an, pengetahuan tentang sunah, ilmu Dirayah Hadis, pengetahuan tentang hadis nasikh dan mansukh, pemahaman hukum, penguasaan bahasa Arab, dan sejumlah syarat lainnya.

Soal 2:
Apa yang dimaksud dengan syarat-syarat umum untuk menjadi mujtahid, dan mengapa syarat-syarat ini penting?

Jawaban 2:
Syarat-syarat umum untuk menjadi mujtahid mencakup kriteria seperti baliqh (baligh), berakal, sehat jasmani dan rohani, kuat daya nalar, dan iman yang kuat. Syarat-syarat ini penting karena mereka membentuk dasar dari kemampuan seseorang untuk melakukan ijtihad. Seorang mujtahid harus memiliki pemahaman yang matang dan kesehatan mental yang baik untuk mengambil keputusan hukum yang tepat.

Soal 3:
Apa yang dimaksud dengan syarat-syarat pokok untuk menjadi mujtahid, dan bagaimana pemahaman terhadap Al-qur'an dan Sunnah berkaitan dengan syarat-syarat ini?

Jawaban 3:
Syarat-syarat pokok untuk menjadi mujtahid mencakup pemahaman tentang Al-qur'an, pemahaman tentang sunah, pengetahuan tentang ilmu Dirayah Hadis, pengetahuan tentang hadis nasikh dan mansukh, dan pemahaman tentang maksud-maksud hukum. Pemahaman yang mendalam tentang Al-qur'an dan Sunnah sangat penting karena mujtahid menggunakan sumber-sumber ini sebagai dasar untuk menetapkan hukum-hukum syari'ah.

Soal 4:
Apa yang dimaksud dengan syarat-syarat penting untuk menjadi mujtahid, dan mengapa syarat-syarat ini dianggap penting?

Jawaban 4:
Syarat-syarat penting untuk menjadi mujtahid mencakup penguasaan bahasa Arab, pengetahuan tentang Asbabun Nuzul, pengetahuan tentang Ushul Fiqh, dan pemahaman tentang manusia dan kehidupan sekitarnya. Syarat-syarat ini dianggap penting karena mereka memungkinkan seorang mujtahid untuk memahami konteks dan latar belakang hukum-hukum syari'ah, serta berkomunikasi secara efektif dengan sumber-sumber utama agama.

Soal 5:
Apa yang dimaksud dengan syarat-syarat pelengkap untuk menjadi mujtahid, dan mengapa sifat adil dan taqwa penting dalam ijtihad?

Jawaban 5:
Syarat-syarat pelengkap untuk menjadi mujtahid mencakup pengetahuan tentang Asbabul Wurud Hadis, pengetahuan tentang hal-hal yang di-ijmakkan dan yang di-ikhtilakan, serta memiliki sifat adil dan taqwa. Sifat adil dan taqwa penting dalam ijtihad karena memastikan bahwa hasil ijtihad adalah adil, jujur, dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik. Sifat-sifat ini memastikan integritas dalam penentuan hukum-hukum syari'ah.

D. Masalah-masalah Ijtihadiyah

Soal 1:
Apa yang dimaksud dengan masalah qath'iyah dalam konteks ijtihad, dan mengapa masalah qath'iyah tidak dapat diijtihadkan?

Jawaban 1:
Masalah qath'iyah adalah masalah yang sudah ditetapkan hukumnya dengan dalil-dalil yang pasti, baik melalui dalil naqli maupun aqli. Hukum qath'iyah sudah pasti keberlakuannya sepanjang masa sehingga tidak mungkin ada perubahan atau modifikasi serta tidak ada peluang mengistibathkan hukum bagi para mujtahid. Contoh masalah qath'iyah adalah kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji. Masalah ini tidak dapat diijtihadkan karena Al-qur'an telah mengaturnya dengan dalil yang tegas.

Soal 2:
Apa yang dimaksud dengan masalah dzanniyah dalam ijtihad, dan mengapa masalah-masalah dzanniyah dapat diijtihadkan?

Jawaban 2:
Masalah dzanniyah adalah masalah-masalah yang hukumnya belum jelas dalil nashnya, sehingga memungkinkan adanya wilayah ijtihad dan perbedaan pendapat. Masalah dzanniyah terbagi menjadi dua macam, yaitu masalah dzanniyah dalam aspek amaliyah dan hasil analisa para teolog. Masalah-masalah dzanniyah dapat diijtihadkan karena belum ada ketetapan yang pasti dalam nash (dalil) mengenai hukumnya, sehingga memberikan ruang bagi para mujtahid untuk melakukan ijtihad.

Soal 3:
Apa yang dimaksud dengan masalah-masalah yang telah diijmakkan oleh ulama' mujtahidin, dan mengapa masalah-masalah ini tidak dapat diijtihadkan kembali?

Jawaban 3:
Masalah-masalah yang telah diijmakkan oleh ulama' mujtahidin adalah masalah-masalah yang telah disepakati atau disetujui oleh para mujtahid dari masa sebelumnya. Masalah-masalah ini tidak dapat diijtihadkan kembali karena sudah mencapai tingkat kesepakatan (ijma') di antara ulama' pada masa itu. Ijma' merupakan salah satu sumber hukum Islam yang tidak dapat digugurkan dengan ijtihad baru.

Soal 4:
Mengapa penguasaan bahasa Arab merupakan salah satu syarat penting untuk menjadi mujtahid?

Jawaban 4:
Penguasaan bahasa Arab merupakan salah satu syarat penting untuk menjadi mujtahid karena bahasa Arab adalah bahasa asli Al-qur'an dan Sunnah. Sebagian besar sumber hukum Islam ditulis dalam bahasa Arab, sehingga seorang mujtahid harus mampu memahami dan menginterpretasi teks-teks tersebut dengan baik. Tanpa penguasaan bahasa Arab, seorang mujtahid akan kesulitan memahami dan mengambil hukum dari sumber-sumber utama agama.

Soal 5:
Mengapa sifat adil dan taqwa penting dalam ijtihad, dan bagaimana sifat-sifat ini memengaruhi hasil ijtihad?

Jawaban 5:
Sifat adil dan taqwa penting dalam ijtihad karena mereka memastikan bahwa hasil ijtihad adalah adil, jujur, dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik atau pribadi. Sifat-sifat ini memengaruhi hasil ijtihad dengan memastikan integritas dalam penentuan hukum-hukum syari'ah. Seorang mujtahid yang adil dan taqwa akan berusaha mencari kebenaran tanpa adanya bias atau kepentingan pribadi dalam penafsiran hukum Islam.

E. Penyebab Terjadinya Perbedaan Ijtihad

Soal 1:
Apa yang menjadi salah satu penyebab terjadinya perbedaan ijtihad dalam memahami kata-kata dan istilah dalam Al-qur'an?

Jawaban 1:
Salah satu penyebab terjadinya perbedaan ijtihad dalam memahami kata-kata dan istilah dalam Al-qur'an adalah perbedaan dalam penafsiran dan pengartian kata-kata tersebut. Contohnya, kata "quru'" bisa diartikan sebagai haid atau suci oleh berbagai ulama, yang menyebabkan perbedaan dalam penentuan hukum-hukum terkait.

Soal 2:
Apa yang menjadi sebab perbedaan tanggapan terhadap Hadis dan bagaimana hal ini memengaruhi perbedaan ijtihad?

Jawaban 2:
Sebab perbedaan tanggapan terhadap Hadis dapat disebabkan oleh perbedaan dalam menilai tingkat kepercayaan (tsiqat) seorang perawi, kelemahan (lemah) matan dan sanad Hadis, serta perbandingan dengan Hadis lainnya. Hal ini memengaruhi perbedaan ijtihad karena beberapa ulama akan mengkategorikan Hadis sebagai shahih, hasan, atau dha'if, dan hasil ijtihad mereka akan berbeda sesuai dengan kategori Hadis tersebut.

Soal 3:
Apa yang dimaksud dengan tarjih dalam konteks ijtihad, dan bagaimana hal ini dapat menyebabkan perbedaan ijtihad?

Jawaban 3:
Tarjih dalam konteks ijtihad adalah usaha untuk memberikan bobot lebih atau menguatkan satu dalil (argumen) atas dalil lainnya. Ini bisa menyebabkan perbedaan ijtihad karena para mujtahid mungkin memiliki pendapat yang berbeda dalam menentukan dalil mana yang lebih kuat atau lebih relevan dalam suatu masalah. Misalnya, dalam masalah nasakh dan mansukh (pembatalan dan yang dibatalkan), perbedaan pendapat tentang tarjih dapat mengarah pada hasil ijtihad yang berbeda.

Soal 4:
Apa yang dimaksud dengan ilat dalam konteks ijtihad, dan mengapa perselisihan tentang ilat bisa menyebabkan perbedaan hasil ijtihad?

Jawaban 4:
Ilat dalam konteks ijtihad adalah alasan atau penyebab dari suatu hukum atau ketentuan tertentu. Perselisihan tentang ilat bisa menyebabkan perbedaan hasil ijtihad karena para mujtahid mungkin memiliki pandangan yang berbeda tentang penyebab atau alasan di balik suatu hukum. Ini dapat memengaruhi bagaimana mereka menafsirkan dan menerapkan hukum tersebut dalam kasus-kasus konkret.

Soal 5:
Mengapa faktor sosio-kultural dan geografis dapat menjadi penyebab perbedaan dalam metode ijtihad?

Jawaban 5:
Faktor sosio-kultural dan geografis dapat menjadi penyebab perbedaan dalam metode ijtihad karena perbedaan lingkungan, budaya, dan konteks sosial dapat memengaruhi cara seorang mujtahid memahami dan menerapkan hukum Islam. Misalnya, perbedaan budaya dan tradisi antar daerah atau masyarakat dapat memengaruhi penafsiran tentang bagaimana suatu hukum Islam harus diterapkan dalam konteks tersebut, sehingga menghasilkan perbedaan ijtihad.

F. Bentuk-bentuk Ijtihad

Soal 1:
Apa yang dimaksud dengan Ijma' dalam konteks Ijtihad, dan berikan contoh kasus Ijma' dalam sejarah Islam?

Jawaban 1:
Ijma' dalam konteks Ijtihad adalah kesepakatan mujtahid tentang hukum syariah dari suatu peristiwa setelah Rasul wafat. Contoh kasus Ijma' dalam sejarah Islam adalah kesepakatan kaum Muslimin untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah pertama setelah wafatnya Rasulullah.

Soal 2:
Apa yang dimaksud dengan Qiyas dalam Ijtihad, dan bagaimana Qiyas digunakan untuk menetapkan hukum dalam kasus yang tidak ada dasar nashnya?

Jawaban 2:
Qiyas dalam Ijtihad adalah metode menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak memiliki dasar nash dengan cara membandingkannya dengan kejadian lain yang sudah memiliki hukum berdasarkan nash, karena terdapat persamaan illat/sifat di antara keduanya. Dengan Qiyas, hukum dapat ditetapkan untuk kasus yang tidak memiliki dasar nash dengan cara analogi atau perbandingan dengan kasus yang serupa yang sudah memiliki hukum.

Soal 3:
Apa yang dimaksud dengan Maslahah Mursalah dalam Ijtihad, dan bagaimana Maslahah Mursalah digunakan untuk menentukan hukum?

Jawaban 3:
Maslahah Mursalah dalam Ijtihad adalah kemaslahatan yang tidak ada hukum syariah yang secara tegas mensyaratkan atau mengharamkannya, dan tidak ada dalil yang secara khusus mengatur maslahat tersebut. Untuk menentukan hukum dengan Maslahah Mursalah, mujtahid mempertimbangkan kemaslahatan umum yang mungkin tidak secara eksplisit disebutkan dalam nash, tetapi tetap mempertimbangkan kepentingan umat.

Soal 4:
Apa yang dimaksud dengan Urf' dalam konteks Ijtihad, dan bagaimana kebiasaan (Urf') digunakan sebagai dasar untuk menetapkan hukum?

Jawaban 4:
Urf' dalam konteks Ijtihad adalah kebiasaan atau tradisi yang telah dikenal oleh orang banyak dan menjadi bagian dari budaya masyarakat, asalkan kebiasaan tersebut tidak dilarang oleh syariah. Kebiasaan (Urf') dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan hukum jika tidak ada nash yang secara eksplisit mengatur masalah tersebut. Misalnya, jika masyarakat memiliki kebiasaan dalam jual beli tanpa menggunakan sighah lafdliyah (kata-kata formal), mujtahid dapat menggunakan Urf' ini sebagai dasar untuk menetapkan hukum jual beli.

Soal 5:
Bagaimana bentuk-bentuk Ijtihad dapat membantu mujtahid dalam menetapkan hukum syariah dalam berbagai konteks?

Jawaban 5:
Bentuk-bentuk Ijtihad, seperti Ijma', Qiyas, Maslahah Mursalah, dan Urf', memberikan mujtahid berbagai metode atau alat untuk menetapkan hukum syariah dalam berbagai konteks. Ijma' memberikan kerangka kesepakatan, Qiyas memungkinkan untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus serupa, Maslahah Mursalah memungkinkan pertimbangan kemaslahatan umum, dan Urf' memungkinkan penyesuaian dengan kebiasaan dan tradisi masyarakat. Dengan menggunakan berbagai bentuk Ijtihad ini, mujtahid dapat mencapai penyelesaian hukum yang relevan dalam berbagai situasi.