Upaya Menerapkan Nilai Kemanusian dalam Upaniṣad

Nilai-nilai ajaran Upaniṣad seperti tat twam asi dan vasudhaiva kuṭumbakam yang adiluhung telah banyak diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Nusantara. Salah satunya tertuang dalam ungkapan-ungkapan untuk membangun rasa bersaudara, saling menyayangi, dan saling menjaga antar sesama. Ajaran tat tvam asi dapat menumbuhkan hubungan yang serasi atas dasar “asah, asih, dan asuh” antarsesama, Tri Hita Karana, Tri Parartha, dan Catur Paramitha. Ajaran tat twam asi diperkuat dalam Kitab Sarasamuscaya 317 seperti berikut.

na pape prati papah syat sadhureva sada bhavet, ātmanaiva hatah pāpo yah pāpam kartumiccahati

Kawi:

matangnyan cubhakarma tikang prihen, yadyapin papakarma ulahaning wwang ri kita, ulah sang sadhu juga pamalesanta, haywa amales ring papakarma, apan ikang wwang mahyun gumawayang kapapn, pawakning papa ika, hilang denyawaknya, ika pwa tan len mukti phalanikang acubhakarma ginawayanya

Terjemahan:

Oleh karena itu perbuatan baiklah yang patut anda usahakan, meskipun perbuatan tidak baik yang dilakukan orang terhadap diri anda; perbuatan seperti orang sadhu hendaknya sebagai balasanmu. Janganlah sekali-kali membalas dengan perbuatan tidak baik, sebab orang yang berhasrat berbuat kejahatan itu pada hakekatnya akan menghancurkan dirinya sendiri, pendeknya bukan orang lain yang mengenyam hasil perbuatan buruk yang dilakukannya itu.

Ajaran tat twam asi dan vasudhaiva kuṭumbakam dalam kehidupan diterjemahkan dalam berbagai sikap yang dibangun oleh masyarakat Nusantara. Di Bali, konsep tat twam asi diterjemahkan dalam bentuk sikap, seperti:
  • suka dan duka maksudnya sama-sama merasakan susah dan senang,
  • paras paros sarpanaya maksudnya bahwa semua bagian dari dirinya, dan
  • salunglung sabayantaka, maksudnya  baik  buruk  ditanggung bersama.

Saling asih, saling asah, saling asuh artinya saling menyayangi atau mencintai, saling memotivasi, serta saling berbagi antarsesama.

Masyarakat Nusantara memiliki kearifan lokal untuk menunjukan sikap persaudaran yang sampai sekarang masih terjaga dan dilestarikan. Sikap persaudaraan ditunjukkan melalui ungkapan-ungkapan, seperti tampubolon aek do mardongan sabutuha yang berarti persaudaraan semarga seperti air, tidak dapat di potong, dia tetap kembali bersatu (Batak). Dari ungkapan ini menunjukkan kita harus membangun persaudaraan yang kuat. Ungkapan yang tidak jauh berbeda juga terdapat di daerah NTB. Reme, rapah, regen maksudnya saling memberi, membangun suasana aman damai, serta membangun toleransi (Lombok).

Terdapat ungkapan untuk membangun sikap saling memberi, seperti perasak yang artinya saling memberi atau saling mengantarkan makanan, mangan ra mangan kumpul, artinya makan ngga makan kumpul, hidup orang basudara, maksudnya hidup kita bersaudara, potong di kuku rasa di daging, ale rasa beta rasa, sagu salempeng di pata dua. Masih banyak ungkapan- ungkapan lain tentang membangun persaudaran sesuai kearifan lokal.