Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah

Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Eksistensi Perda secara tegas mulai dirumuskan dalam Amandemen UUD 1945 yang Kedua dan dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, yang kemudian selanjutnya ditetapkan pula dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan).

Pertanyaannya:

1. Berikan analisis Anda, perbedaan standar pengujian Perda yang dilakukan oleh pemerintah dan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.

2. Berikan analisis anda, bagaimana bentuk hukum pembatalan Perda dalam undang-undang

Jawaban:

1. Perbedaan Standar Pengujian Perda oleh Pemerintah dan Mahkamah Agung

Peraturan Daerah (Perda) merupakan produk hukum yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan Kepala Daerah. Dalam memastikan kesesuaian Perda dengan peraturan yang lebih tinggi dan kepentingan umum, terdapat dua mekanisme pengujian yang dilakukan oleh dua lembaga berbeda, yaitu Pemerintah dan Mahkamah Agung. Masing-masing lembaga ini memiliki standar pengujian yang berbeda, dengan tujuan dan fokus yang berbeda pula.

Pemerintah melakukan pengujian Perda melalui mekanisme executive review berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Standar pengujian yang digunakan oleh Pemerintah lebih luas, meliputi:
  • Perda harus selaras dengan norma, asas, dan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di atasnya, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri.
  • Perda harus mencerminkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, seperti asas legalitas, asas proporsionalitas, dan asas kepastian hukum.
  • Perda harus berpihak pada kepentingan masyarakat luas dan tidak boleh merugikan atau mendiskriminasi pihak tertentu.
  • Dalam beberapa kasus tertentu, Perda memerlukan persetujuan atau tidak keberatan dari menteri terkait, terutama yang berkaitan dengan urusan pemerintahan pusat.

Mahkamah Agung melakukan pengujian Perda melalui mekanisme judicial review berdasarkan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil Peraturan Perundang-undangan. Standar pengujian yang digunakan oleh Mahkamah Agung lebih sempit, yaitu:
  • Perda tidak boleh bertentangan dengan norma, asas, dan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di atasnya.
  • Proses pembuatan Perda harus mengikuti tata cara yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi, pemerintah memiliki kewenangan untuk menguji Perda secara lebih menyeluruh, memastikan Perda tidak hanya selaras dengan peraturan yang lebih tinggi, tetapi juga sejalan dengan asas-asas pemerintahan yang baik dan kepentingan umum. Sedangkan Mahkamah Agung fokus pada pengujian kesesuaian Perda dengan peraturan di atasnya dan prosedur pembentukannya.

Kedua mekanisme pengujian ini saling melengkapi dan bertujuan untuk menjaga kualitas Perda dan memastikan bahwa Perda tidak bertentangan dengan hukum dan kepentingan masyarakat.

2. Bentuk Hukum Pembatalan Peraturan Daerah (Perda) dalam Undang-Undang

Pembatalan Peraturan Daerah (Perda) merupakan mekanisme hukum yang penting untuk memastikan kesesuaian Perda dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. Bentuk hukum pembatalan Perda di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dengan mekanisme dan kewenangan yang berbeda-beda.

1. Pembatalan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)

MK memiliki kewenangan untuk membatalkan Perda yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Kewenangan ini diatur dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan Pasal 24A ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).

2. Pembatalan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri)

Mendagri memiliki kewenangan untuk membatalkan Perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya (Pasal 251 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda)). Kewenangan ini dilakukan dengan Keputusan Menteri.

3. Pembatalan oleh Gubernur

Gubernur memiliki kewenangan untuk membatalkan Perda Kabupaten/Kota di wilayahnya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya (Pasal 251 ayat (2) UU Pemda). Kewenangan ini dilakukan dengan Keputusan Gubernur.

4. Pencabutan oleh DPRD

DPRD memiliki kewenangan untuk mencabut Perda yang telah dibuatnya sendiri, apabila Perda tersebut tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat (Pasal 157 ayat (1) UU Pemda). Pencabutan Perda dilakukan dengan Peraturan Daerah (Perda) baru.