Inti dari kitab-kitab Upaniṣad

Para Ṛṣi Upaniṣad mempelajari kitab suci Weda dan menemukan banyak hal yang harus dipecahkan, seperti dari mana alam semesta ini berasal? Apakah yang menjiwai semua ini? Bagaimana upaya mencapai Hyang Widhi Wasa atau Brahman? Serta apakah tujuan hidup yang paling utama? Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat para Ṛṣi Upaniṣad melakukan kajian terhadap Kitab Suci Weda. Hasil kajian para Ṛṣi Upaniṣad menghasilkan berbagai pandangan yang berbeda-beda mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Inti dari kitab-kitab Upaniṣad membahas tentang hal-hal berikut.

a. Brahman
Istilah Brahman berasal dari akar kata bṛh yang artinya mengembang (Sutrisna, 2009:49). Secara etimologis kata Brahman menunjukkan bahwa Dia yang berkembang dan melampaui segalanya. Brahman merupakan realitas mutlak, namun beliau meliputi segala yang ada (sat), sadar atau kekal (cit), serta sumber kebahagiaan sesungguhnya (ananda). Dalam Kitab Suci Upaniṣad, Brahman  adalah  penyebutan untuk Tuhan . Para Ṛṣi Upaniṣad  menyebutkan  Brahman untuk menyatakan Yang Maha Tinggi.

Menurut kitab Bṛhad Āraṇyaka Upaniṣad III.8.9 dikatakan bahwa:
etasya vā akṣarasya praśāsane, Gārgi, sūryācandramasau vidhṛtau tiṣṭhataḥ; etasya vā akṣarasya praśāsane, Gārgi, dyāvāpṛthivyau vidhṛte tiṣṭhataḥ; etasya vā akṣarasya praśāsane, Gārgi, nimeṣā, muhūrtā, ahorātraṇy ardhamāsā, māsā, ṛtavaḥ, saṁvatsara iti, vidhṛtas tiṣṭhanti; etasya vā akṣarasya praśāsane, Gārgi, prācyo`nyā nadyaḥ syandante śvetebhyaḥ parvatebhyaḥ, praticyo`nyāḥ, yāṁ yāṁ cādiśam anu; etasya vā akṣarasya praśāsane, Gārgi, dadato manuṣyāḥ praśaṁsanti; yajamānaṁ devāḥ, darviṁ pitaro`nvāyattāḥ
Bṛhad Āraṇyaka Upaniṣad III.8.9

Terjemahan:
Sesungguhnya atas perintah yang kekal itu Gārgi, matahari dan bulan berada pada kedudukannya masing-masing. Atas perintah-Nya, wahai Gārgi surga dan Bumi berada pada tempatnya masing-masing. Atas perintahNya, wahai Gārgi, apa yang disebut waktu, jam, hari, malam, tengah malam, bulan, musim, tahun, berada pada kedudukannya masing-masing. Atas perintahNya wahai Gārgi beberapa sungai mengalir ke timur dari gunung-gunung bersalju, yang lain ke barat dalam arah alirannya masing-masing. Atas perintahNya wahai Gārgi manusia memuji dia yang memberi, dewata menginginkan pelaku yajna dan leluhur menginginkan persembahan darvi.

Dalam sloka di atas, yang dimaksud dengan perintahNya adalah Brahman atau Hyang Widhi Wasa. Brahman melampaui segalanya. Beliau yang berkuasa atas kehidupan di alam semesta ini. Kehidupan alam semesta berjalan secara teratur seperti sekarang semua atas kehendak Brahman. Dalam kitab Chāndogya Upaniṣad III.5.1 disebutkan bahwa Brahman bagaikan kembang.

b. Ātman
Kitab Suci Upaniṣad banyak membahas tentang ātman yang menjadi sumber hidup seluruh makhluk. Istilah ātman berasal dari akar kata “an” berarti bernafas. Melalui nafas mahkluk hidup dapat bergerak. Nafas merupakan elemen terpenting dalam kehidupan makhluk. Sedangkan menurut Sankara, arti kata ātman berasal dari kata ‘at” yang memiliki arti makanatau memperoleh. Dapat disimpulkan ātman merupakan sumber kehidupan makluk hidup, atau jiwa yang mengalami rasa senang dan duka (Haruddin, 2010:27). Ātman bersifat kekal seperti Brahman. Ātman tidak  dilahirkan  dan  tidak dapat dipikirkan.

Dalam kitab suci Bṛhad Āraṇyaka Upaniṣad IV.2.3 dijelaskan bahwa:

athaitad vāme`kṣaṇi puruṣa-rūpam, eṣāsya-patni virāṭ, tayor eṣa saṁstāvo ya eṣo`ntar-hṛdaya ākāśaḥ athainayor etad annam ya eṣo`ntar-hṛdaye lohita piṇḍaḥ, athainayor etat prāvaraṇam yad etat antar-hṛdaye jālakam iva; athainayor eṣā sṛtiḥ saṁcaraṇi yaiṣā hṛdayād ūrdhvā nāḍy uccarati. yathā keśaḥ sahasradhā bhinnaḥ evam asyaitā hitā nāma nāḍyo`ntar-hṛdaye prartiṣṭhitā bhavanti; etābhir vā etad āsravad āsravati; tasmāḍ eṣa praviviktā hāratara ivaiva bhavaty asmāc carīrād ātmanaḥ
Bṛhad Āraṇyaka Upaniṣad IV.2.3

Terjemahan:
Sekarang yang berwujud orang yang terletak pada mata kiri adalah istrinya viraj. Terjadi pertemuan mereka adalah ruang yang berada dalam jantung. Makanan mereka adalah merahnya darah yang bergumpal di jantung, Penutup mereka adalah bentuk yang mirip jala yang terdapat di jantung. Jalur gerak mereka adalah saluran yang menuju ke atas bagian jantung. Bagai rambut dibelah seribu begitu pula saluran ini yang disebut hita, yang diciptakan dalam jantung. Melalui hal ini segala sesuatunya mengalir, mereka yang seharusnya mengalir. Karena itulah ātman yang terdiri dari indha dan viraj itu sebagaimana adanya seperti pemakan makanan yang lebih halus dari ātman badani.
 
Sloka di atas menjelaskan bahwa ātman terdapat dalam diri manusia, namun tidak dapat kita lihat dengan mata. Ātman memberikan hidup kepada manusia, ātman juga dikatakan bersifat abadi seperti tertuang dalam kitab Chāndogya Upaniṣad VIII.12.1, sebagai berikut.

maghavan, martyaṁ vā idaṁ śarīram āttam mṛtyunā, tad asyāmṛtasyā-śarīrasyātmano`dhiṣṭhānam. ātto vai saśarīraḥ priyāpriyābhayām, na vai saśarīrasya sataḥ priyāpriyayor apahatir asti, aśarīraṁ vā va santaṁ na priyāpriye spṛśataḥ
Chāndogya Upaniṣad VIII.12.1

Terjemahan:
Wahai, magavan, fana-lah sifatnya raga ini. Dia dipegang oleh kematian. Tetapi dia ditopang oleh Ātman yang abadi dan yang tanpa tubuh. Sesungguhnya Ātman yang menjelma dikuasai oleh kenikmatan dan kesengsaraan. Sesungguhnya tiada kebenaran dari kenikmatan dan kesengsaraan dari dia yang menjelma. Sesungguhnya kenikmatan dan kesengsaraan tiadalah menyentuh dia yang tidak memiliki raga.

Ātman memberikan kehidupan kepada setiap raga. Ātman tidak pernah tersentuh oleh kesengsaraan ataupun penderitaan. Ātman memasuki tubuh manusia melalui ujung kepala.

c. Jagat atau Jagad Raya

Jagat raya tidak terjadi dengan sendirinya. Akan  tetapi, jagat raya ada yang menciptakannya. Para Ṛṣi Upaniṣad menjelaskan tentang bagaimana alam semesta atau jagat raya tercipta.

Pernyataan tersebut tertuang pada Bṛhad Āraṇyaka Upaniṣad I.2.1 yang berbunyi seperti berikut.

naiveha kiṁcānagra āsīt mṛtyunaivedam avṛtam āsīt, aśanāyayā, aśanāyā hi mṛtyuḥ; tan mano`kuruta, ātmanvī syām iti. so`rcann acarat, tasyārcata, āpo`jāyanta arcate vai me kan abhūd iti; tad evārkasya arkatvam; kaṁ ha vā asmai bhavati, ya evam etad arkasya arkatvaṁ veda
Bṛhad Āraṇyaka Upaniṣad I.2.1

Terjemahan:
Pada mulanya adalah hampa, tidak ada sesuatu pun di sini, oleh kematianlah semua ini ditutupi atau oleh kelaparan, sebab lapar adalah kematian. Dia menciptakan pikiran, yang berpikir: “akan kuciptakan ātman” kemudian bergerak dan meyembah. Dari sembahnya itu terciptalah air. Sesungguhnya dia berpikir, ketika aku sedang menyembah, muncullah air dan karena itu air disebut arka (api). Air sesungguhnya akan muncul pada seseorang yang mengerti mengapa air itu disebut arka (api).

Penguatan  terhadap  sloka  di  atas  dipertegas  dalam kitab Bṛhad Āraṇyaka Upaniṣad I.2.2 mengenai asal mula terbentuknya Bumi.
 
āpo vā arkaḥ. tad yad apāṁ śara āsit. tat samahanyata, sā pṛthivy abhavat, tasyām aśrāmyat, tasya śrāntasya taptasya tejo raso niravartatāgniḥ
Bṛhad Āraṇyaka Upaniṣad I.2.2

Terjemahan:
Air sesungguhnya adalah arka. Busa dari air yang mulai memadat itu yang menjadi Bumi. Di atas Bumi ini dia beristirahat. Dari dia yang beristirahat dan dipanaskan (melalui latihan tapa) ini kilaunya keluar ke segala jurusan sebagai api.

Awal mula terciptanya alam semesta tidak hanya dijelaskan dalam kitab Bṛhad Āraṇyak Upaniṣad. Penciptaan alam semesta ditemukan pula dalam kitab Manawa Dharmasastra I.5. Disebutkan bahwa asal mula alam semesta gelap dan hampa, seperti bunyi sloka berikut.

āsididam tamobhūtamapra jñātam alakṣaṃ apratarkya mawijñeyam prasuptaniwa sarwatah Manawa Dharmasastra I.5

Terjemahan:
Ketahuilah awal mula pertama alam semesta ini gelap, tidak diketahui tanpa ciri-cirinya, demikian pula tidak terpikirkan oleh daya akal, tidak diketahui, sebagai halnya dengan orang yang tidur lelap.

Sloka di atas menunjukkan bahwa awal mula alam semesta ini kosong dan gelap. Melalui tapanya, Brahman menciptakan alam semesta secara bertahap.

d. Sadhana atau Sarana Pencapaian
Ktab Suci Upaniṣad memberikan metode untuk mendekatkan diri dengan Brahman. Brahman tidak mudah untuk dikenal dan hanya dapat dicapai dengan sarana dan sadhana yang tepat. Dalam Kitab Suci Upaniṣad disebutkan bahwa sarana untuk mendekatkan diri adalah melalui pelaksanaan yoga.

Berikut beberapa petikan sloka dalam kitab Śvetāśvatara Upaniṣad II.8 terkait sarana untuk mencapai Brahman.

trirunnataṁ sthāpya samaṁ śarīraṁ hṛdīndriyāṇi manasā saṁniveśya. brahmoḍupena pratareta vidvān srotāṁsi sarvāṇi bhayāvahāni
Śvetāśvatara Upaniṣad II.8

Terjemahan:
Posisi raga tegak dengan yang tiga tegak lurus (bagian raga atas yaitu dada, leher dan kepala) menyebabkan indriya dan pikiran masuk ke dalam jantung.

Hendaklah seseorang yang bijaksana menyeberangi semua aliran sungai yang menyebabkan ketakutan dengan perahu Brahman.

Untuk mencapai dan mendekatkan diri kepda Brahman, manusia harus mempersiapkan jiwa yang suci dan raga yang sehat. Yoga adalah sarana untuk mendapatkan kesehatan jiwa dan raga. Dengan melatih raga, indriya, dan pikiran, manusia akan mengetahui ātman dalam diri, sehingga pada akhirnya memahami bahwa sumber hidup berasal dari Brahman. Dalam Kitab Śvetāśvatara Upaniṣad II.9 dijelaskan bahwa:

prāṇān prapīḍyeha saṁyukta-ceṣṭaḥ kṣiṇe prāṇe nāsikayo`cchvasīta. duṣṭāśva yuktam iva vāham enaṁ vidvān mano dhārayetā pramattaḥ
Śvetāśvatara Upaniṣad II.9

Terjemahan:
Mengendalikan nafasnya (dalam raga) hendaklah dia yang sudah mengendalikan seluruh gerakannya, bernafas melalui lubang hidung, dengan nafas yang semakin halus; hendaklah orang yang bijaksana mengendalikan pikirannya dengan keras seperti juga seorang kusir kereta mengendalikan kuda-kuda yang buas.

Mengendalikan pikiran dapat dilakukan melalui pengen- dalian nafas secara terus menerus. Nafas yang terkendali menjadikan pikiran tenang. Pikiran yang tenang dapat mera- sakan ātman dalam diri. Dalam Kitab Śvetāśvatara Upaniṣad II.10 dijelaskan bahwa:

same śucau śarkarā-vahni-vālukā-vivarjite śabda- jalāśrayā-dibhiḥ, mano`nukūle na tu cakṣu-piḍane guhā- nivātāśrayaṇe prayo-jayet
Śvetāśvatara Upaniṣad II.10

Terjemahan:
Ditempat yang datar, bersih dan tenang, bebas dari kerikil dan api, yang menyenangkan untuk pikiran seperti suara, air atau hal yang lain, tidak mengganggu mata, dalam tempat peristirahatan yang terlindung dari angin, hendaklah dia melaksanakan latihannya.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dalam memprak- tikkan yoga memerlukan suasana yang tenang. Jiwa tidak boleh terbebani dan raga pun harus terbebas dari gangguan. Metode yoga yang baik, tersurat dalam kitab Maitrī Upaniṣad VI.18 seperti di bawah ini.

tathā tat-prayoga-kalpaḥ prāṇāyāmaḥ pratyāhāro dhyānam dhāraṇā tarkaḥ samādhiḥ ṣaḍaṅgā ity ucyate yogaḥ, anena yadā paśyan paśyati rukma-varṇaṁ kartāram īśam puruṣam brahmayonim; tadā vidvān puṇya- pāpe vihāya pare`vyaye sarvam ekikaroty; evaṁ hy āha Maitrī Upaniṣad VI.18

Terjemahan:
Ini aturan untuk mencapai (kemanunggalan) ini, pengendalian nafsu, penarikan indriya, Samadhi, pemusatan pikiran, perenungan, penyerapan. Ini dikatakan sebagai enam metode yoga. Bila dengan yoga ini dia melihat, pencipta yang keemasan, yang agung, sumber Brahmā, kemudian orang yang suci menggoncangkan yang baik dan yang tidak baik dan membuat semuanya menjadi satu pada Yang Maha Tinggi. Demikianlah dikatakan; seperti pula binatang-binatang dan burung-burung tidak pergi ke gunung yang lagi terbakar, dosa-dosa juga tidak mendapat tempat pada mereka yang mengerti Brahman.

Kitab-kitab upaniṣad membahas tentang Brahman, Ātman, Jagatraya,  dan  Sarana  untuk  mendekatkan  diri  dengan Brahman. Selain itu, Kitab Upaniṣad juga membahas tentang maya dan avidya, etika, kelahiran kembali atau punarbhawa, kehidupan abadi, kehidupan nyata dan yang tidak nyata, aksara suci, serta masih banyak lagi.