Materi Bab 3 Peran Hierarki dan Peran Kaum Awam dalam Gereja Katolik - Agama Katolik Kelas 11 SMA/SMK Kurikulum Merdeka

Berikut adalah materi Bab 3. Peran Hierarki dan Peran Kaum Awam dalam Gereja Katolik mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti kelas 11 SMA/SMK kurikulum merdeka.

A. Peran Hierarki dalam Gereja Katolik

Sebagai warga negara, dan anggota masyarakat, kita tentu mengetahui tentang apa itu hierarki dalam pemerintahan negara kita.

Dalam Gereja Katolik kita juga mengenal apa yang disebut hierarki. Bahkan hierarki dalam Gereja Katolik seumur Gereja itu sendiri yaitu dua ribu tahun lebih, atau sejak zaman para rasul dengan pimpinan Santo Petrus sebagai paus pertama hingga paus sekarang (Paus Fransiskus).

Struktur hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para uskup dengan paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup.

Paus adalah pemimpin para uskup. Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup.

Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan tradisi, uskup Roma itu pengganti Petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma, ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus.

Uskup adalah sebuah jabatan suci yang diberikan kepada seseorang yang telah menerima sakramen tahbisan tingkat ketiga (tahbisan tingkat pertama, diakon; kedua, imam; dan ketiga, uskup).

Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri dan paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah memersatukan dan memertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing” (LG, artikel 27).

Imam adalah seorang yang ditahbiskan oleh uskup atau menerima sakramen tahbisan tingkat kedua (diakon = tahbisan tingkat pertama). Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut “pastor kepala” pada zaman itu dan imam-imam menjadi “pastor pembantu”. Lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah- daerah keuskupan makin besar. Dengan demikian, para uskup memiliki tugas dan tanggung jawab pelayanan yang semakin besar seiring pertumbuhan dinamika umat di wilayah keuskupannya.

Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka (LG, artikel 28). Tugas konkret mereka sama seperti uskup: “Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi.

“Pada tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan oleh uskup dan menerima sakramen tahbisan tingkat pertama. Tahbisan itu ‘bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan” (LG, artikel 29). Mereka pembantu uskup tetapi tidak mewakilinya.

Fungsi khusus hierarki adalah menjalankan tugas Gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan sebagainya.

Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki memersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.

Corak kepemimpinan dalam Gereja:
  • Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus di mana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh 15:16).
  • Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.
  • Kepemimpinan Gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Maka paus disebut sebagai “servus servorum Dei” (hamba dari hamba-hamba Allah).
  • Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan karena sakramen tahbisan yang diterimanya maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.

B. Peran Kaum Awam dalam Gereja Katolik

Kaum awam adalah semua orang beriman kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31).

Hubungan awam dan hierarki sebagai partner kerja. Sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, rohaniwan (hierarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi.

Peranan awam sering diistilahkan sebagai kerasulan awam yang tugasnya dibedakan sebagai kerasulan internal dan eksternal. Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya. Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun kerajaan Allah di dunia ini.

Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia.

Mereka dipanggil Allah menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG, artikel 31). Kaum awam dapat menjalankan kerasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia.

“Tata dunia” adalah medan bakti khas kaum awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, dan sebagainya, hendaknya menjadi medan bakti mereka. Sampai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan kerasulan. Mereka menyangka bahwa kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sakral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja.

Keterlibatan awam dalam tugas membangun Gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hierarki atau ditugaskan hierarki, tetapi karena pembabtisan ia mendapat tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri-tugas gereja.

Dalam tugas nabi (pewarta sabda), seorang awam dapat mengajar agama, sebagai katekis, memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dsb.

Dalam tugas imam (menguduskan), seorang awam dapat:
  • memimpin doa dalam pertemuan umat,
  • memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah,
  • membagi komuni sebagi prodiakon,
  • menjadi pelayan putra altar, dsb.

Dalam tugas raja (pemimpin), seorang awam dapat:
  • menjadi anggota dewan paroki,
  • menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dan sebagainya.

Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas.
  • Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas. Hierarki yang bertugas memimpin (melayani) dan memersatukan umat Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan umat Allah pada dunia yang akan datang (eskatologis).
  • Para awam bertugas merasul dalam tata dunia. Mereka menjadi rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosbudhankamnas (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan nasional). Jika setiap komponen Gereja menjalankan fungsinya masing- masing dengan baik, maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.

Dibutuhkan kerja sama semua komponen. Walaupun tiap komponen memiliki fungsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang tertentu, terlebih dalam kerasulan internal yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen.