Materi BAB 1 Manusia Makhluk Pribadi - Agama Katolik Kelas 10 SMA/SMK Kurikulum Merdeka

Berikut adalah materi BAB 1 Manusia Makhluk Pribadi mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti kelas 10 SMA/SMK kurikulum merdeka.

A. Aku Pribadi yang Unik

1. Setiap manusia itu unik (unique atau unus = satu), tak ada satu orang pun yang mempunyai kesamaan dengan orang lain. Bahkan manusia kembar sekalipun selalu mempunyai perbedaan. Keunikan itu bisa diamati dari hal-hal fisik, psikis, bakat/kemampuan serta pengalaman-pengalaman yang dimilikinya. Keunikan diri itu merupakan anugerah yang menjadikan diri seseorang berbeda dan dapat dikenal dan diperlakukan secara khusus pula.

2. Setiap orang mempunyai kekuatan dan keterbatasan. Tidak pernah ada di dunia ini, manusia yang sempurna tanpa keterbatasan. Manusia yang paling kuat sekalipun, pasti mempunyai keterbatasan. Sebaliknya sekecil apapun keterbatasan kita, selalu ada kekuatan di baliknya. Meskipun pribadi kita tidak sempurna, namun pasti ada keunikan di dalamnya.

3. Menurut Alan Downs, dalam bukunya The Half Empty Heart: A Supportive Guide for Breaking Free From Chronic Discontent, kebanyakan orang cenderung terlalu memikirkan kelemahan ketimbang fokus pada kekuatan-kekuatan mereka. Berikut, cara mengubah beberapa sifat negatif yang paling umum menjadi kekuatan.
a. Ubah sikap pesimistis menjadi realistis.
Gunakan sifat dan bakat Anda yang praktis dan realistis untuk mencari solusi dengan melihat sisi terang dari situasi apapun dan dengan mengubah sifat pesimis bisa membuat Anda bahagia.
b. Ubah sikap menunda menjadi pemikir yang dalam
Daripada menghukum diri sendiri karena sifat suka menunda, lebih baik fokus pada kemampuan Anda dalam mempertimbangkan pilihan-pilihan.
c. Ubah sikap suka mencela diri sendiri menjadi analitis
Jika anda melakukan kesalahan, berhentilah mencela diri, melainkan analisalah mengapa kesalahan itu terjadi dan buatlah sebuah rencana baru yang lebih baik.
d. Ubah sikap impulsif menjadi spontan
Sikap impulsif mendorong Anda membuat keputusan yang tergesa-gesa atau gegabah, sedangkan spontanitas adalah sikap yang fleksibel dan terbuka terhadap perubahan.

4. Keunikan/kekhasan manusia dibandingkan ciptaan lain dalam Kitab Suci:
a. Waktu menciptakan manusia, Allah merencanakan dan menciptakannya menurut gambar dan rupa-Nya, menurut citra-Nya. (Kej. 1:26).
b. Allah menjadikan manusia berkuasa atas buatan tangan-Nya, segala-galanya telah diletakkan di bawah kakinya (bdk. Mzm. 8:6).
c. Waktu menciptakan manusia, Allah seolah-olah perlu “bekerja” secara khusus. “Tuhan Allah membentuk manusia dari debu dan tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya” (Kej. 2:7).

5. Bukankah manusia itu istimewa? Tuhan memperlakukan manusia secara khusus. Manusia sudah dipikirkan dan direncanakan oleh Allah sejak keabadian. Kehadiran manusia di muka bumi telah disiapkan dan diatur secara teliti dan mengagumkan. Manusia sungguh diperlakukan sebagai “orang”, sebagai pribadi, “seperti” Tuhan sendiri. Betapa uniknya kita manusia ini!

6. Setelah kita menyadari bahwa Allah menciptakan kita secara istimewa dan anugerah yang begitu luar biasa, maka sebagai sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Tuhan dengan cara mengembangkan dan mengolah segenap kekuatan dan keterbatasan dengan sebaik-baiknya.

7. Menurut Aristoteles, manusia akan bahagia jika ia secara aktif merealisasikan bakat-bakat dan potensinya. Manusia adalah makhluk yang mempunyai banyak potensi, tetapi potensi-potensi itu akan menjadi nyata jika kita merealisasikannya. Kebahagiaan tercapai dalam mempergunakan atau mengaktifkan bakat dan kemampuannya.

8. Setiap orang mempunyai kemampuan dan bakat-bakat dalam ukuran tertentu. Kemampuan dan bakat yang dimiliki seseorang seharusnya dikembangkan dan digunakan. Kemampuan dan bakat adalah anugerah Tuhan, yang dalam Kitab Suci sering disebut talenta. Tuhan menghendaki agar talenta itu dikembangkan dan digunakan. Dalam Injil Matius 25:14-30, dikisahkan tentang seorang tuan yang memanggil hamba-hambanya dan memberi mereka sejumlah talenta untuk “dikembangkan” dan “digunakan” dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama. Ia pun menindak tegas kepada seorang hamba yang tidak mau mengembangkan talenta dan hanya memendamnya ke dalam tanah.

9. Karena itu maka manusia harus mampu mengembangkan potensinya sebagai seorang individu yang unik. Pengembangan potensi dan mendayagunakan segala kemampuan kita untuk turut mengembangkan peradaban manusia itu sendiri serta kelestarian ciptaan merupakan wujud dari rasa syukur dan tanggung jawab kita atas anugerah yang kita terima dari Tuhan.

10. Sebagai orang beriman kristiani yang sungguh-sungguh kita ingin semakin memahami, menerima, bangga, dan percaya diri, Yesus adalah teladan yang paling utama dan pertama. Dari semula ia menyadari diri sebagai manusia yang berbeda dengan yang lainnya. Dari cara berpikir, bersikap dan bertindak, ia tidak ragu menunjukkan diri sebagai pribadi yang tidak sama dengan yang lainnya. Sebagai seorang pribadi kita harus menyadari, mengerti dan menerima diri apa adanya. Dengan demikian kita pun akan dapat semakin mengembangkan diri dan melakukan sesuatu dengan kesadaran diri (self-consciousness), penerimaan diri (self-acceptance), kepercayaan diri (self-confidence) dan perasaan aman diri (self-assurance) yang tinggi. Dengan dasar itu kita dapat mengisi hidup, meraih cita-cita dan melaksanakan panggilan Allah.

B. Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan

1. Dalam kebudayaan tertentu di masyarakat kita masih banyak ditemukan pandangan yang menganggap laki-laki lebih berharga dibandingkan dengan perempuan. Anak laki-laki sering dianggap andalan masa depan karena ia akan menjadi tulang punggung keluarga. Hal itu disebabkan karena laki-laki dianggap pribadi yang kuat dan dapat menguasai banyak hal. Laki-laki adalah kebanggaan keluarga. Sebaliknya, anak perempuan dipandang sebagai pribadi yang lemah dan kurang mampu menjadi pemimpin dalam keluarga. Maka sering kita jumpai ada orang tua yang merasa kecewa ketika mengetahui bahwa anak yang lahir ternyata adalah anak perempuan. Dalam banyak hal, anak laki-laki sering lebih banyak mendapat kesempatan untuk mendapat pendidikan yang tinggi, dan perempuan kurang memperoleh kesempatan yang sama. Inilah yang disebut budaya patriarki, yakni budaya yang memandang kedudukan kaum laki-laki lebih penting daripada kedudukan kaum perempuan.

2. Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan.

3. Kesetaraan gender memberikan penghargaan dan kesempatan yang sama pada perempuan dan laki-laki dalam menentukan keinginannya dan menggunakan kemampuannya secara maksimal di berbagai bidang.

4. PBB bahkan menekankan kesetaraan gender bagi semua adalah hak fundamental yang dimiliki oleh setiap manusia. Pernyataan itu mengakar dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ayat pertama yang jelas menyatakan bahwa, “Setiap manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.” Gerakan perempuan hadir dalam setiap lintasan sejarah, mendukung aspek-aspek kesetaraan gender yang merentang dari persoalan kekerasan, perbedaan upah, hingga stereotype.

5. Upaya untuk mewujudkan kesetaraan dalam masyarakat yang dapat kita lakukan adalah:
a. Mengakhiri diskriminasi terhadap semua wanita dan anak perempuan.
b. Meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam berbagai kegiatan.
c. Menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak baik di ranah publik maupun pribadi. Hal ini termasuk perdagangan manusia dan eksploitasi seksual pada perempuan dan anak.
d. Meningkatkan pelayanan umum dan kebijakan publik yang lebih pro terhadap perempuan.

6. Pria dan wanita diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi, untuk menjadi teman hidup. Pria saja tidaklah lengkap. Allah sendiri berkata: “Tidaklah baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kejadian 2:18). Untuk menyatakan bahwa wanita sungguh-sungguh merupakan kesatuan dengan pria, maka Tuhan menciptakan wanita itu bukan dari bahan lain, tetapi dari tulang rusuk pria itu. Maka, pria itu kemudian berkata tentang wanita itu demikian: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kejadian 2:23). Dari kutipan Kitab Suci ini jelaslah bahwa hubungan pria dan wanita adalah hubungan yang suci dan sepadan.

7. Dalam Katekismus Gereja Katolik Artikel 371-373 disebutkan bahwa pria dan wanita diciptakan “satu untuk yang lain”, bukan seakan-akan Allah membuat mereka sebagai manusia setengah-setengah dan tidak lengkap, melainkan Ia menciptakan mereka untuk satu persekutuan pribadi, sehingga kedua orang itu dapat menjadi “penolong” satu untuk yang lain, karena di satu pihak mereka itu sama sebagai pribadi (“tulang dari tulangku”), sedangkan di lain pihak mereka saling melengkapi dalam kepriaan dan kewanitaannya. Dalam perkawinan Allah mempersatukan mereka sedemikian erat, sehingga mereka “menjadi satu daging” (Kej. 2:24) dan dapat meneruskan kehidupan manusia: “Beranak-cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi” (Kej. 1:28). Dengan meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, pria dan wanita sebagai suami isteri dan orang-tua bekerja sama dengan karya Pencipta atas cara yang sangat khusus.

8. Panggilan Tuhan atas laki-laki atau perempuan adalah: masing-masing berkembang dan memperkembangkan diri menjadi laki-laki sejati dan perempuan sejati.

9. Penolong itu adalah yang “sepadan” dengan dia, artinya yang memiliki kedudukan yang sama dan itu adalah “Manusia Yang Lain”. Dengan adanya manusia yang lain memungkinkan manusia membangun relasi satu sama yang lain.

C. Keluhuran Manusia sebagai Citra Allah

1. Dalam setiap konflik atau pertikaian yang terjadi di manapun, selalu muncul tokoh yang mengupayakan dialog dan perdamaian. Hal ini sejatinya karena manusia selalu merindukan sebuah persaudaraan di antara sesama sebagai makhluk yang bermartabat secara penuh. Hal ini sejalan dengan yang diupayakan oleh St. Fransiskus Asisi ketika menemui Sultan Malek Al-Kamil untuk mewujudkan karena semua manusia sejatinya adalah satu saudara di hadapan Allah.

2. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang bermartabat, manusia memiliki di dalam dirinya akal budi, rasa, hati dan kehendak. Manusia menggunakan akal budi untuk mencari kebenaran. Manusia menggunakan perasaan untuk menilai kebaikan. Manusia menggunakan hatinya untuk memutuskan apa yang baik. Dan manusia menggunakan kehendak untuk memilih kebaikan. Antara akal budi, rasa, hati dan kehendak ada penyatuan mutlak bagi manusia dalam mencapai kebaikan umum, yaitu nilai-nilai keutamaan hidup yang berlaku bagi semua orang.

3. Istilah martabat berasal dari kata dignity (Inggris), dignitas-dignus (Latin) yang berarti: layak, patut, wajar. Secara singkat martabat berarti konsep moralitas yang menyatakan tingkat nilai atau bobot seorang pribadi. Karena bernilai itulah maka manusia tidak dapat dijadikan obyek, diperalat, diperbudak atau dijadikan sarana untuk mencapai tujuan tertentu baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain.

4. St. Thomas Aquinas memandang manusia sebagai makhluk bermartabat karena statusnya sebagai citra Allah yang memiliki similitudo dan imago Dei. Similitudo adalah keluhurannya atas makhluk ciptaaan yang lain, sedangkan imago lebih menunjuk pada panggilan terdalam untuk bersatu dalam hidup Ilahi.

5. Mazmur 8:1-10 ini, menggambarkan bagaimana Allah menciptakan manusia dan menempatkan manusia secara istimewa di antara semua ciptaan dan merefleksikan kemuliaan manusia. Mazmur ini merupakan kidung pujian kepada Allah karena telah memberikan kepada manusia tanggung jawab dan martabat. Kej 1:1-2:3. Manusia ditempatkan Allah pada kedudukan yang sangat istimewa. Ia diciptakan menurut gambar dan rupa Sang Pencipta (Kej. 1:26).

6. Di zaman kuno “gambar digunakan untuk mengacu pada patung raja yang di tempat di seluruh penjuru kekuasaannya, tempat dia tidak dapat hadir, sebagai wakil kehadirannya. Demikianlah manusia adalah wakil Allah di dunia ini untuk berkuasa atas alam sesuai dengan kehendak yang diwakilinya. Menurut Sir. 17: 3-4 melihat kesamaan itu dalam kekuatan yang memungkinkan pelaksanaan sebagai raja atas ciptaan lain. Sedangkan menurut Keb. 2:23 kesamaan terletak dalam kebakaan manusia. Maka kedudukan manusia adalah tuan atau raja atas segenap ciptaan, semacam wakil Allah untuk tugas itu. Hal ini diperkuat oleh Mazmur 8 yang mengerti kesamaan dengan Allah juga dalam yang berkuasa atas ciptaan yang lain. Namun demikian manusia juga harus menggambarkan Allah dalam kebaikan, kasih, dan kemurahan hati.

7. Dengan demikian manusia sebagai citra Allah berarti manusia diberi tugas untuk melakukan apa yang Allah buat yaitu berkuasa atas ciptaan lain. Manusia sungguh akan menjadi gambar Allah kalau ia sungguh melaksanakan tugasnya itu sesuai dengan kehendak Sang Pencipta. Maka tugas manusia ialah meneruskan karya penciptaan Allah di dunia ini dengan meneruskan dan melestarikan kehidupan serta melaksanakan kekuasaan atas ciptaan lain. Untuk dapat melaksanakan tugas itu manusia dibekali oleh Allah yaitu berkat-Nya dan terutama dengan kemampuan intelektual.

8. Mazmur 8:1-10 ini, menggambarkan bagaimana Allah menciptakan manusia dan menempatkan manusia secara istimewa di antara semua ciptaan dan merefleksikan kemuliaan manusia. Mazmur ini merupakan kidung pujian kepada Allah karena telah memberikan kepada manusia tanggung jawab dan martabat. Kej. 1:1-2:3. Manusia ditempatkan Allah pada kedudukan yang sangat istimewa. Ia diciptakan menurut gambar dan rupa Sang Pencipta (Kej. 1:26).

9. Karena manusia diciptakan sebagai citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang. Ia mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas diri sendiri, mengabdikan diri dalam kebebasan, dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, dan dipanggil membangun relasi dengan Allah, Penciptanya (KGK 357).

10. Persaudaraan sejati tidak membedakan orang berdasarkan agama, suku, ras, ataupun golongan, karena semua manusia adalah sama-sama umat Tuhan dan sama-sama dikasihi Tuhan. Maka setiap orang yang membenci sesamanya, ia membenci Tuhan.