Mengenal Kisah Inspiratif Tokoh-tokoh Gereja dan Tokoh-Tokoh Masyarakat

Mempelajari kisah inspiratif dari para tokoh gereja dan masyarakat dapat membangkitkan semangat dan motivasi dalam diri kita. Tokoh-tokoh ini telah menunjukkan dedikasi, keberanian, dan kepedulian mereka dalam berbagai bidang, memberikan teladan hidup yang patut dicontoh. Kita dapat belajar banyak dari nilai-nilai yang mereka pegang teguh dan bagaimana mereka menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.

A. Mengenal Tokoh-tokoh Gereja

1. Martin Luther

Martin Luther dilahirkan pada tanggal 10 November 1483 di Eisleben, Thuringen, Jerman. Ia dibesarkan dalam keluarga petani yang saleh. Ayahnya bernama Hans Luther dan ibunya bernama Margaretta. Luther dididik dengan nilai-nilai moral dan religius yang kuat sejak kecil.

Pada tahun 1501, Luther memasuki Universitas Erfurt, salah satu universitas terbaik di Jerman. Awalnya, orang tuanya ingin Luther menjadi ahli hukum. Namun, pada tanggal 2 Juni 1505, Luther memutuskan untuk meninggalkan studinya dan menjadi biarawan.

Pada tanggal 16 Juli 1505, Luther memasuki biara di Erfurt dengan dukungan dari sahabat-sahabatnya. Di dalam biara, Luther berusaha keras untuk mengikuti semua aturan dan ritual keagamaan dengan tekun. Ia berpuasa, berdoa, dan mengaku dosa secara rutin. Ia ingin mencapai kepastian tentang keselamatannya dengan usahanya sendiri.

Namun, Luther mengalami pergumulan rohani yang berat. Ia merasa tidak mampu mencapai standar kesucian yang dituntut oleh gereja. Ia dihantui oleh rasa takut akan hukuman Allah. Luther mempertanyakan bagaimana ia bisa mendapatkan Allah yang berbelas kasih.

Saat mempelajari Roma 1:16-17, Luther menemukan jawaban atas pergumulannya. Ia menyadari bahwa kebenaran Allah bukan tentang usaha manusia untuk menjadi benar, tetapi tentang anugerah Allah yang menyelamatkan orang-orang berdosa. Kebenaran Allah diterima dengan iman, bukan dikerjakan dengan usaha manusia.

Penemuan ini mengubah pandangan Luther tentang Allah dan Alkitab. Ia menemukan kedamaian dan kepastian dalam kasih Allah yang menyelamatkan. Luther mulai mengajar tentang anugerah Allah dan keselamatan melalui iman.

Pengajaran Luther tentang anugerah Allah menjadi pemicu Reformasi Protestan, gerakan yang mengguncang gereja pada abad ke-16. Reformasi Protestan melahirkan banyak gereja Protestan di seluruh dunia, termasuk gereja Lutheran yang didirikan oleh Luther.

Martin Luther adalah salah satu tokoh gereja yang paling berpengaruh dalam sejarah. Ia meninggalkan warisan teologis yang kaya dan inspiratif bagi banyak orang Kristen di seluruh dunia.

2. Hudson Taylor

Hudson Taylor, lahir di Yorkshire, Inggris pada tahun 1832. Sejak kecil, ayahnya, James Taylor, menanamkan semangat misi dalam dirinya. Setiap hari, ayahnya membacakan dan menjelaskan ayat-ayat Alkitab, bahkan mencita-citakan anaknya menjadi utusan Injil. Keinginan ini tertanam dalam diri Hudson, dan sebelum usia 5 tahun, dia berkata, "Kalau saya dewasa, saya akan menjadi seorang utusan Injil dan pergi ke Tiongkok."

Keinginan Hudson untuk menginjil di Tiongkok terwujud secara tidak sengaja, ketika Hong Xiuquan, seorang Kristen, memimpin pemberontakan Taiping. Taylor melihatnya sebagai peluang untuk melayani di Tiongkok. Pada bulan September 1853, dia berlayar ke Tiongkok dan tiba di Shanghai pada awal musim semi 1854.

Bagi Taylor, Tiongkok dengan adat istiadat dan budayanya yang unik menghadirkan banyak tantangan. Dia mengalami tekanan dalam mempelajari bahasa setempat. Namun, dengan iman dan kepercayaannya yang kuat kepada Tuhan, dia berhasil mengatasinya. Setahun setelah kedatangannya, Taylor melakukan perjalanan penginjilan ke pedalaman Tiongkok.

Di pedalaman, Taylor menemukan bahwa masyarakat lebih tertarik pada cara berpakaian dan gaya hidupnya daripada kabar Injil yang dia bawa. Dia menyadari bahwa untuk menjangkau mereka, dia harus beradaptasi dengan budaya lokal.

Meskipun tidak mudah, Taylor memutuskan untuk mengikuti tradisi Tiongkok. Dia mengucir rambutnya, memotong rambut di bagian depan, dan mengubah cara berpakaiannya. Penampilan barunya, meskipun menyiksa dan diejek oleh misionaris lain, menjadi ciri khasnya dan membantunya melakukan penginjilan di seluruh Tiongkok.

Perjalanan Taylor tidak mudah. Dia tidak hanya menginjil, tetapi juga melakukan praktik pengobatan, bersaing dengan tabib-tabib lokal.

3. Bunda Teresa

Bunda Teresa, yang bernama asli Gonxha Bojaxhiu, lahir di Skopje, Albania pada tanggal 26 Agustus 1910. Sejak kecil, ia menunjukkan jiwa sosial yang tinggi dan aktif dalam kegiatan gereja. Pada usia 18 tahun, ia memutuskan untuk bergabung dengan Sodalitas, sebuah kelompok pemuda jemaat yang fokus pada kegiatan misionaris.

Pada tanggal 28 November 1928, Gonxha bergabung dengan Sisters of Loretto, sebuah kongregasi biarawati Katolik. Ia kemudian menerima nama religius Teresa dan ditugaskan mengajar di Darjeeling, India.

Pada tahun 1946, Bunda Teresa mengalami pengalaman spiritual yang mengubah hidupnya. Ia merasakan panggilan dari Tuhan untuk meninggalkan kehidupan yang nyaman dan melayani kaum miskin di India. Pada tanggal 21 Desember 1948, ia meninggalkan Sisters of Loretto dan memulai pelayanannya di Kolkata.

Bunda Teresa memulai karyanya dengan membuka sekolah di lingkungan kumuh Kolkata. Ia juga merawat orang-orang sakit, yatim piatu, dan orang-orang yang sekarat. Pada tahun 1950, ia mendirikan Missionaries of Charity, sebuah kongregasi religius yang dedicated untuk melayani kaum miskin dan terlantar.

Bunda Teresa dan Missionaries of Charity mendedikasikan hidup mereka untuk melayani "yang termiskin dari yang miskin". Mereka membuka rumah sakit, panti asuhan, dan klinik di berbagai negara di dunia. Bunda Teresa percaya bahwa setiap orang memiliki martabat dan berhak untuk dicintai dan dihargai.

Bunda Teresa menerima berbagai penghargaan atas karya pelayanannya, termasuk Penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 1979. Ia meninggal dunia pada tanggal 5 September 1997 dan dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 2003.

Bunda Teresa meninggalkan warisan yang luar biasa. Ia menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia untuk melayani orang lain dan menyebarkan kasih sayang. Semangat cinta kasih dan kepeduliannya terhadap kaum miskin dan terlantar akan terus menginspirasi generasi mendatang.

B. Mengenal Tokoh-Tokoh Masyarakat

1. Y.B. Mangunwijaya

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya (lahir 6 Mei 1929 di Ambarawa, Jawa Tengah – meninggal 10 Februari 1999 di Jakarta) adalah seorang rohaniwan Katolik, arsitek, penulis, dan aktivis sosial. Beliau dikenal sebagai Romo Mangun dan "Bapak Arsitektur Modern Indonesia".

Romo Mangun terkenal dengan jiwa humanismenya yang kental. Beliau membela kemanusiaan dan keadilan serta memperjuangkan orang-orang yang terpinggirkan. Salah satu contohnya adalah perjuangannya untuk warga Kali Code di Yogyakarta yang akan digusur. Melalui pelayanannya, pemukiman di pinggiran kali Code menjadi tempat hunian yang nyaman, bersih, dan sesuai dengan tata ruang wilayah. Atas aksinya ini, beliau bahkan memperoleh penghargaan internasional.

Romo Mangun juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Karya-karyanya bukan hanya fiksi, tapi juga non-fiksi, seperti esai dan kritik sosial. Salah satu karyanya yang terkenal adalah novel Burung-Burung Manyar (1981) yang meraih penghargaan dari Ratu Thailand Sirikit lewat ajang The South East Asia Write Award 1983.

Romo Mangun juga memiliki kepedulian terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Beliau mendirikan Yayasan Dinamika Edukasi Dasar untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak. Beliau percaya bahwa pendidikan dasar jauh lebih penting daripada pendidikan tinggi.

2. Johannes Leimena

Dr. Johannes Leimena, lahir di Ambon, Maluku pada tanggal 6 Maret 1905. Beliau dikenal sebagai Om Jo, salah satu pahlawan Indonesia yang pemikiran dan tindakannya telah menorehkan sejarah penting. Salah satu peristiwa bersejarah yang dicatat oleh Johannes Leimena adalah ketika dia menjadi inisiator deklarasi Sumpah Pemuda tahun 1928. Hal ini menunjukkan bahwa dia memiliki pemikiran yang erat kaitannya dengan pemuda dan kebangsaan.

Kesejatian seorang pejabat pemerintahan dapat dilihat dari perilaku dan kebijakannya selama menjabat suatu posisi dalam negara dan pemerintah. Kualitas kenegarawanan seseorang ditentukan oleh tingkat penerimaan masyarakat luas terhadap perilaku dan kebijakannya dalam memimpin.

Leimena dianugerahi predikat negarawan sejati, bukan hanya karena dia tahu bagaimana memimpin suatu negara, tetapi juga karena karakter individunya selama dia menjabat sebagai pemimpin negara. Kenegarawanan Leimena dapat ditelusuri dari gaya kepemimpinannya, perilaku hidup sehari-harinya, dan kepeduliannya terhadap lingkungannya.

Kenegarawanan seorang Leimena dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam semua kabinet selama kepemimpinan Presiden Soekarno. Johannes Leimena masuk dalam 18 kabinet yang berbeda sejak Kabinet Sjahrir II tahun 1946. Mengenai keikutsertaannya dalam berbagai kabinet tersebut, Dr. Kyaw Than, seorang dosen dan teolog dari Myanmar, sebagai orang Burma di perantauan, mengatakan, "DR. J. Leimena tentang siapa pada masa itu orang-orang berkata, pemerintahan boleh pergi, tetapi Leimena tetap selamanya."

Selain mendapat pujian dari berbagai kalangan, Leimena tak luput dari cemoohan orang yang tidak senang dengan keberhasilannya. Ada anggapan bahwa Om Jo adalah "bunglon" politik yang selalu berganti warna atau seperti kata pepatah, "ke mana angin bertiup, ke sana dia condong." Anggapan itu dengan sendirinya pupus karena Leimena benar-benar memiliki kualitas dan kemampuan. Leimena tidak menampik bahwa Soekarno adalah sahabatnya. Oleh karena kedekatannya dengan Bung Karno dan didukung oleh kemampuan intelektual yang kuat serta pendukung lainnya, Leimena memimpin bangsa ini.

Satu hal yang menopang diri Leimena sehingga menjadi negarawan sejati adalah karakternya yang tenang. Kata "rustig, rustig, dan rustig" sering diucapkannya. "Tenang, tenang, dan tenang!" Dia berbicara seperti air sungai yang mengalir. Dia disegani oleh para perunding, baik dari pihak Belanda maupun Jepang pada saat perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Leimena di masa mudanya tidak menyangka akan terjun begitu jauh di bidang politik. "Politik itu etika untuk melayani, bukan teknik untuk berkuasa," begitu sering dia ucapkan. Maksud kalimat tersebut adalah menekankan pemahaman bahwa berpolitik adalah untuk melayani sesama, bukan sebaliknya menguasai sesamanya. Dia telah menekuni bidang politik sejak masa mudanya. Pendidikan politik yang dia jalani berbeda dari jalur yang biasa ditempuh oleh pemuda masa kini dan pemuda masa orde baru.

Meskipun dia seorang politisi Kristen, Leimena tetaplah seorang yang mampu memposisikan dirinya dalam dinamika politik saat itu yang beragam. Ideologi Kristen dapat dipertemukan dengan ideologi Pancasila yang menjadi pandangan hidup bangsa. Karya dan pengaruh Leimena sungguh terasa bagi orang Kristen. Dialah yang mempertemukan nilai-nilai Pancasila dan iman Kristen.

Kisah-kisah inspiratif dari para tokoh gereja dan masyarakat ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi kita semua. Kita diajak untuk meneladani semangat mereka dalam berkarya dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Kiranya kisah-kisah ini, kita dapat menemukan motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain.