Makna Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Prespektif Kristen

Indonesia, dengan kekayaan budayanya, dihuni oleh berbagai suku bangsa dan pemeluk agama yang berbeda. Keberagaman ini seyogyanya menjadi kekuatan yang mempersatukan bangsa. Namun, akhir-akhir ini, kerukunan antar umat beragama diuji dengan berbagai konflik dan kekerasan yang bernuansa agama, suku, dan budaya. Hal ini tentu meresahkan dan merusak harmoni yang telah lama terjalin.

Konflik dan kekerasan ini tidak hanya menimbulkan kerugian fisik dan materi, tetapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan Pancasila sebagai dasar negara. Toleransi dan solidaritas yang menjadi pilar utama kerukunan antar umat beragama seakan terkikis oleh rasa permusuhan dan kebencian.

Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah kita telah kehilangan rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa? Ataukah ada pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin memecah belah bangsa ini?

Terlepas dari berbagai faktor yang melatarbelakanginya, sudah saatnya kita bahu-membahu untuk menghentikan dan mencegah terulangnya kembali tragedi serupa. Kita harus kembali kepada nilai-nilai luhur bangsa yang mengedepankan toleransi, saling menghormati, dan menghargai perbedaan.

Sebagai pengikut Kristus, kasih menjadi landasan utama dalam menjalani hidup. Ajaran Yesus untuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Matius 22:37-40) menjadi pedoman yang tak tergoyahkan. Kasih ini bukan hanya ditujukan kepada orang-orang yang seiman, tetapi kepada semua orang tanpa terkecuali, tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras, ataupun budaya.

Pesan ini diperkuat kembali dalam Mazmur 133, yang menggambarkan indahnya persaudaraan yang rukun dan damai. Persaudaraan ini bukan hanya sebatas ikatan darah, tetapi melampaui batas-batas tersebut, merangkul semua orang dengan kasih dan persaudaraan sejati.

Kasih yang diajarkan Yesus dan digambarkan dalam Mazmur 133 menjadi kekuatan yang mampu merekatkan perbedaan, membangun jembatan komunikasi dan toleransi, serta menciptakan kerukunan antarumat beragama.

Kisah Perjumpaan Yesus dengan Perempuan Samaria (Yohanes 4:1-42) merupakan contoh nyata kasih Yesus yang melampaui batas suku, bangsa, agama, dan budaya. Pada masa itu, orang Yahudi dan Samaria saling membenci. Orang Yahudi menganggap orang Samaria najis dan rendah. Namun, Yesus tidak terikat oleh kebencian tersebut. Dia dengan berani menyapa dan berdialog dengan perempuan Samaria itu.

Yesus memulai percakapan dengan meminta minum kepada perempuan Samaria. Permintaan ini memicu rasa heran perempuan itu karena orang Yahudi dan Samaria biasanya tidak bergaul satu sama lain. Yesus kemudian menggunakan percakapan ini untuk memperkenalkan diri-Nya sebagai Mesias dan menawarkan "air hidup" yang akan memberikan kehidupan kekal.

Perempuan Samaria itu terkesan dengan Yesus dan mulai percaya kepada-Nya. Dia kemudian meninggalkan tempayan airnya dan pergi ke kota untuk memberitakan tentang Yesus kepada orang-orang Samaria lainnya.

Kisah ini menunjukkan bahwa kasih Yesus tidak terbatas pada orang-orang yang seagama saja. Dia mengasihi semua orang, tanpa memandang perbedaan. Yesus juga ingin kita meneladani kasih-Nya dan membangun persaudaraan dengan semua orang, tanpa terkecuali.

Jadi, makna kerukunan antar umat beragama adalah membangun persaudaraan yang rukun dan damai dengan semua orang tanpa terkecuali, dilandasi oleh kasih Yesus yang melampaui batas suku, bangsa, agama, dan budaya. Hal ini diwujudkan dengan saling menghormati, menghargai perbedaan, dan bekerja sama untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan penuh kasih.

Komentar