JAWABAN! Dalam Sistem Hukum Di Indonesia, Apabila Terdapat Kekosongan Hukum Namun Terdapat Kasus Yang Harus Diputuskan Oleh Hakim

Dalam sistem hukum di indonesia, apabila terdapat kekosongan hukum namun terdapat kasus yang harus diputuskan oleh hakim. Bila dihubungkan dengan peran dan fungsi hakim, apakah hakim dapat mengisi kekosongan hukum dan penafsiran hukum atau interpretasi hukum? Sertakan alasan dan dasar hukumnya.

Berikut jawaban dan penjelasannya.

Dalam sistem hukum di Indonesia, hakim memiliki peran dan fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai penegak hukum dan keadilan. Dalam melaksanakan tugasnya, hakim haruslah memperhatikan asas-asas hukum, salah satunya adalah asas legalitas. Asas legalitas ini mengharuskan hakim untuk memutus suatu perkara berdasarkan hukum yang berlaku.

Namun, dalam praktiknya, seringkali terjadi kasus-kasus yang tidak diatur oleh hukum tertulis. Kasus-kasus ini disebut sebagai kasus kekosongan hukum. Kekosongan hukum dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti perubahan sosial dan budaya, perkembangan teknologi, atau karena hukum yang ada tidak mampu mengakomodasi perkembangan zaman.

Ketika terjadi kekosongan hukum, hakim tidak boleh membiarkan kasus tersebut tidak terputuskan. Hakim haruslah menemukan solusi yang tepat untuk kasus tersebut. Dalam hal ini, hakim dapat melakukan penafsiran hukum atau interpretasi hukum.

Penafsiran hukum adalah proses memahami makna hukum yang tertulis. Penafsiran hukum dapat dilakukan oleh hakim, ahli hukum, atau masyarakat umum. Tujuan dari penafsiran hukum adalah untuk menemukan makna hukum yang sesuai dengan konteks kasus yang dihadapi.

Dalam melakukan penafsiran hukum, hakim dapat menggunakan berbagai metode, antara lain:
  • Penafsiran gramatikal, yaitu penafsiran yang dilakukan berdasarkan arti kata-kata dalam hukum tertulis.
  • Penafsiran historis, yaitu penafsiran yang dilakukan dengan melihat latar belakang dan sejarah pembentukan hukum tertulis.
  • Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran yang dilakukan dengan melihat hubungan hukum tertulis dengan hukum lainnya.
  • Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran yang dilakukan dengan melihat tujuan dan maksud hukum tertulis.

Berdasarkan ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa hakim memiliki kewenangan untuk melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) dalam rangka mengisi kekosongan hukum.

Kewenangan hakim untuk melakukan penemuan hukum ini juga telah ditegaskan dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi, antara lain Putusan Nomor 003-022/PUU-IV/2006 dan Putusan Nomor 31/PUU-IX/2011.

Berikut adalah beberapa contoh kasus kekosongan hukum yang pernah terjadi di Indonesia:
  1. Kasus hak cipta atas karya digital. Pada tahun 2011, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa hak cipta atas karya digital diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun, sebelum undang-undang tersebut disahkan, tidak ada undang-undang yang mengatur secara khusus tentang hak cipta atas karya digital. Dalam hal ini, hakim dapat menggunakan penafsiran hukum untuk mengisi kekosongan hukum tersebut.
  2. Kasus perkawinan beda agama. Perkawinan beda agama tidak diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun, berdasarkan penafsiran hukum, hakim dapat memutuskan bahwa perkawinan beda agama tetap sah, asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moralitas yang berlaku di masyarakat.
  3. Kasus perdagangan orang. Perdagangan orang merupakan kejahatan internasional yang belum diatur secara khusus dalam hukum Indonesia. Dalam hal ini, hakim dapat menggunakan penafsiran hukum untuk mengisi kekosongan hukum tersebut dengan merujuk pada berbagai instrumen hukum internasional, seperti Konvensi Menentang Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual terhadap Perempuan dan Anak.

Kekosongan hukum dapat menimbulkan berbagai permasalahan, seperti ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, penting bagi hakim untuk memiliki kemampuan yang memadai dalam melakukan penafsiran hukum. Kemampuan ini dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang memadai, serta pengalaman dalam menangani berbagai kasus.

Berikut adalah beberapa tips bagi hakim dalam melakukan penafsiran hukum:
  • Pahami dengan baik fakta-fakta yang ada dalam kasus.
  • Pahami secara mendalam hukum yang berlaku.
  • Gunakan berbagai metode penafsiran hukum secara tepat.
  • Pertimbangkan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Kemampuan hakim dalam melakukan penafsiran hukum merupakan hal yang penting untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan dalam penegakan hukum.