JAWABAN: Apa pandangan para pendiri bangsa terkait isi Mukadimah, terutama frase “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”?

Pada tanggal 22 Juni 1945, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) berhasil merumuskan Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Piagam Jakarta terdiri dari empat alinea yang memuat dasar-dasar negara yang akan diperjuangkan oleh para pendiri bangsa.

Salah satu hal yang menjadi sorotan dalam Piagam Jakarta adalah frase "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" yang terdapat dalam alinea pertama. Frase ini menimbulkan kontroversi karena dianggap diskriminatif terhadap pemeluk agama lain.

Pandangan Bung Karno

Bung Karno, selaku ketua BPUPKI, adalah salah satu tokoh yang mengusulkan frase "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Ia berpendapat bahwa frase tersebut merupakan representasi dari mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam.

Namun, Bung Karno juga menyadari bahwa frase tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran dari pemeluk agama lain. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar frase tersebut diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Pandangan Bung Hatta

Bung Hatta, selaku wakil ketua BPUPKI, adalah salah satu tokoh yang menentang frase "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Ia berpendapat bahwa frase tersebut tidak sesuai dengan semangat kebangsaan Indonesia yang ingin menjadi negara yang adil dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya, tanpa memandang agama.

Bung Hatta juga berpendapat bahwa frase tersebut dapat menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar frase tersebut diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Proses Perubahan Frase

Pada tanggal 29 Juli 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang untuk membahas Piagam Jakarta. Dalam sidang tersebut, frase "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Perubahan frase tersebut dilakukan atas kesepakatan dari seluruh anggota PPKI, termasuk perwakilan dari kelompok Islam. Perubahan tersebut merupakan upaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang majemuk.

Jadi, Jawaban Apa pandangan para pendiri bangsa terkait isi Mukadimah, terutama frase “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”? adalah sebagai berikut:

Pandangan para pendiri bangsa terhadap frase "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" terbagi menjadi dua kubu, yaitu yang mendukung dan yang menentang frase tersebut.

Bung Karno dan sebagian tokoh Islam mendukung frase tersebut karena dianggap sebagai representasi dari mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam. Namun, Bung Hatta dan sebagian tokoh non-Islam menentang frase tersebut karena dianggap diskriminatif dan dapat menimbulkan perpecahan.

Pada akhirnya, frase tersebut diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa" atas kesepakatan dari seluruh anggota PPKI. Perubahan tersebut merupakan upaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang majemuk.

Proses perubahan frase "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" merupakan salah satu contoh bagaimana para pendiri bangsa berupaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Pada saat itu, Indonesia merupakan negara yang baru merdeka dan memiliki masyarakat yang majemuk. Oleh karena itu, para pendiri bangsa menyadari bahwa penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar Indonesia dapat menjadi negara yang kuat dan sejahtera.

Perubahan frase tersebut merupakan salah satu upaya para pendiri bangsa untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Upaya tersebut berhasil, dan Indonesia hingga saat ini masih menjadi negara yang kuat dan sejahtera.

Komentar