Pengertian Talak, Iddah dan Rujuk Dalam Islam

Dalam Islam, pernikahan adalah ikatan suci yang dijaga dengan berbagai aturan dan ketentuan. Namun, ada situasi di mana pernikahan bisa mengalami goncangan, seperti ketika terjadi talak atau perceraian antara suami dan istri.

Dalam agama Islam, ada konsep-konsep penting yang berkaitan dengan talak, iddah, dan rujuk.

Simak penjelasan pengertian dan ketentuan-ketentuan terkait dengan ketiga konsep ini.

A. Talak

Talak dari segi bahasa artinya melepaskan ikatan. Maksudnya di sini ialah melepaskan ikatan pernikahan. Hukum melakukan talak ialah makruh.

Sebagaimana hadis Rasul Muhammad Saw.
Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw beliau bersabda: “Perkara halal yang paling Allah benci adalah perceraian.” (HR. Abu Daud).

Namun, hukum tersebut dapat berubah sesuai dengan kemaslahatan dan kemudaratan keberlangsungan ikatan pernikahan:
  1. Wajib. Talak menjadi wajib ketika bercerai lebih baik mempertahankan pernikahan. Artinya jika ikatan pernikahan dipertahankan namun hanya akan saling menyakiti ataupun mendatangkan bahaya, maka hukum talak menjadi wajib;
  2. Sunah. Apabila sang suami sudah tidak sanggup memberikan kewajiban nafkah, sang istri tidak menjaga kehormatan dirinya atau karena istri mengabaikan kewajibannya kepada Allah Swt., contohnya istri tidak mau melaksanakan shalat atau ada kewajiban lain yang dilanggar oleh istri;
  3. Haram. Haram menjatuhkan talak jika merugikan salah satu pihak. Talak juga haram dijatuhkan apabila sang istri dalam keadaan haid. Selain itu, talak hukumnya haram dilakukan ketika sang istri dalam keadaan suci sesudah dicampuri.
  4. Makruh. Makruh merupakan hukum asal dari talak. Talak dihukumi makruh, apabila tidak disertai dengan alasan yang dibenarkan dalam ajaran agama Islam. Karena dengan talak dapat merusak pernikahan.

Berdasarkan uraian diatas, pengertian talak adalah tindakan melepaskan ikatan pernikahan, dengan berbagai ketentuan dan tingkat kebolehan sesuai dengan hukum agama.

Macam-macam Talak

Tiga macam-macam Talak, yaitu:
1. Talak dari segi kalimat yang digunakan
Talak ditinjau dari segi kalimat yang diucapkan bisa dilakukan dengan kalimat yang terang/jelas dan talak dengan menggunakan sindiran. Talak dengan kalimat yang terang adalah talak yang diucapkan dengan terus terang, mengandung kalimat yang sudah jelas dan sudah dipahami maksudnya.

Contohnya: “Saya talak kamu sekarang.”

Talak dengan kalimat yang terang dianggap sah tanpa harus disertai dengan niat untuk memastikan apa sebenarnya yang diinginkan dari kalimat yang diucapkannya. Mengapa? karena kalimat tersebut jelas tujuan dan maknanya.

Sedangkan talak dengan kalimat sindiran adalah kalimat yang diucapkan mengandung makna talak dan makna lain, seperti “Semua urusanmu sekarang, ada di tanganmu sendiri.” Kalimat ini dapat diartikan bahwa istri memiliki kuasa untuk mengurusi dirinya sendiri dan melepaskan diri dari tanggung jawab suami. Kalimat ini juga dapat diartikan bahwa istri bebas melakukan tindakan apa pun sesuai yang dia inginkan. Talak yang menggunakan kalimat sindiran dinyatakan tidak sah, kecuali apabila disertai dengan niat.

2. Talak dari segi sesuai atau tidak dengan aturan syari’at
Jika dilihat dari sesuai tidaknya dengan aturan syari’at, talak dibagi ke dalam talak sunni dan bid’i. Talak sunni ialah talak yang dilakukan sesuai syariat Islam, yang dilakukan ketika sang istri dalam keadaan suci (tidak sedang haid). Talak bid’i yaitu talak yang tidak sesuai dengan ketentuan agama Islam.

Contohnya, suami yang menalak istrinya sebanyak tiga kali talak dengan 1 kali ucapan atau suami menalak istrinya saat sedang haid atau nifas.

3. Talak dari segi boleh dan tidaknya ruju’
Dilihat dari segi boleh dan tidaknya ruju’ dibagi menjadi 2, yaitu talak raj’i dan ba’in. Talak raj’i adalah talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya tanpa didahului oleh talak sebelumnya (talak pertama), atau pernah diucapkan satu kali talak sebelumnya (talak kedua). Pada saat talak raj’i, suami masih diperbolehkan untuk ruju’ dengan istri baik pada massa ‘iddah maupun di luar massa ‘iddah. Namun apabila ruju’ dilakukan di luar masa ‘iddah harus melakukan akad nikah yang baru.

Sedangkan talak ba’in dibagi menjadi dua, yaitu:

a. ba’in shughra. Talak ba’in sughra ialah talak yang dijatuhkan oleh suami atas permintaan sang istri. Dalam talak ini berlaku ketentuan seorang suami tidak boleh meminta ruju’ walaupun masih dalam masa iddah. Suami hanya boleh ruju’ ketika sudah selesai masa ‘iddahnya dengan akad yang baru.

b. talak ba’in kubra mempunyai hukum yang sama dengan talak ba’in shughra, yaitu sama-sama memutuskan ikatan perkawinan. Talak ba’in kubra atau talak untuk ketiga kalinya berarti menjadikannya terpisah untuk selama-lamanya dan tidak diperbolehkan kembali lagi ke suaminya, kecuali apabila dia telah menikah dengan lelaki lain dan pernah berhubungan.

B. Iddah

Iddah adalah masa menanti yang diwajibkan kepada perempuan yang ingin menikah lagi setelah diceraikan oleh suaminya, baik cerai hidup atau cerai mati. Diantara tujuannya untuk diketahui kandungannya berisi atau tidak. Menurut sebagian ulama, masa ‘iddah juga bertujuan sebagai masa perenungan dan introspeksi diri. Imam al-Sya’rawi menjelaskan salah satu hikmah dari masa iddah adalah sebagai penghormatan atas hubungan pernikahan yang pernah dijalin sebelumnya. Berikut penjelasan masa iddah:

a. Perempuan yang hamil, masa iddahnya sampai lahir anak yang dikandungnya sebagaimana firman Allah swt:
Artinya: “… dan perempuan-perempuan yang sedang hamil (baik ditinggal mati suami ataupun ditalak) maka masa ‘iddahnya sampai ia melahirkan kandungannya…” (Q.S. al-halaq/65: 4).

b. Perempuan yang tidak hamil ada kalanya cerai hidup atau cerai mati (suami meninggal). Untuk cerai mati massa iddahnya empat bulan sepuluh hari. Sebagaimana firman Allah Swt:
Artinya: “Dan orang-orang yang meninggal dunia dan meninggalkan istri-istri maka masa ‘iddah  istri mereka adalah empat bulan sepuluh hari…” (Q.S. al-Baqarah/2: 234).

Sedangkan untuk masa iddah cerai hidup ialah tiga kali suci. Jika perempuan yang diceraikan sudah tidak mengalami haid, maka ‘iddahnya tiga bulan. Telah difirmankan Allah dalam al-qur’an:
Artinya: Dan perempuan-perempuan yang diceraikan, maka mereka menunggu menahan dirinya (masa ’iddah) 3 kali masa suci…” (Q.S. al-Baqarah/2: 228).
Artinya: Dan apabila perempuan-perempuan yang telah memasuki masa tidak haid, jika kalian ragu maka masa ‘iddah mereka adalah tiga bulan… (Q.S. al-halaq/65: 4).

Berdasarkan uraian diatas, pengertian iddah adalah periode tunggu yang diwajibkan bagi perempuan setelah diceraikan oleh suaminya, dengan masa yang berbeda tergantung pada kondisi perempuan tersebut. Tujuan utama iddah adalah untuk memastikan keadaan perempuan tersebut dan memberikan waktu bagi introspeksi dan perenungan.

C. Rujuk

Kata rujuk dalam bahasa Arab disebut dengan raj’ah, artinya kembali. Suami yang rujuk dengan istrinya, berarti ia telah kembali pada istrinya. Sedangkan secara istilah sebagaimana dalam Kitab Mughni al-Muhtaj, rujuk adalah mengembalikan istri yang masih dalam masa ‘iddah talak raj’i bukan ba’in.

Dengan kata lain rujuk hanya dapat dilakukan pada saat istri dijatuhkan talak raj’i (bukan ba’in) dan selama pada masa ‘iddah. Dalam al-qur’an, Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Apabila kamu menceraikan istrimu, hingga (hampir) berakhir masa idahnya, tahanlah (rujuk) mereka dengan cara yang patut atau ceraikanlah mereka dengan cara yang patut (pula). Janganlah kamu menahan (rujuk) mereka untuk memberi kemudaratan sehingga kamu melampaui batas.”  (Q.S. al-Baqarah/2: 231).

Dalam ayat lain Allah Swt. menjelaskan tentang kebolehan rujuk jika masih talak satu dan dua. Sebagaimana ayat berikut ini:
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan) dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu (mahar) yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan batas-batas ketentuan Allah…” (QS. Al-Baqarah/2: 229).

Pada ayat di atas menjelaskan jika seorang suami mentalak istri pertama kali dan kedua, suami masih bisa rujuk. Jika suami mentalak istri untuk ketiga kalinya, maka suami tidak bisa langsung rujuk dengan istrinya. Kecuali setelah istrinya menikah lagi dengan pria lain dan sudah berhubungan.

Setelah itu suami pertama dapat menikahi istrinya tersebut. Ini pun jika istrinya bercerai dari suami keduanya tanpa ada paksaan atau direncanakan.

Berdasarkan uraian diatas, pengertian rujuk adalah tindakan mengembalikan istri yang diceraikan ke dalam pernikahan mereka, dengan ketentuan dan syarat tertentu sesuai dengan hukum agama Islam.

Syarat dan Rukun Rujuk
Syarat rujuk sama dengan waktu menikah, yaitu: baligh, berakal, atas kehendak sendiri, dan bukan seorang yang murtad. Apabila orang yang merujuk adalah murtad, belum baligh, dan orang yang terpaksa, maka hukumnya tidak sah, sebagaimana dijelaskan oleh al-Syirbini dalam Kitab Mughni al-Muhtaj juz 3.

Sedangkan rukun rujuk sebagaimana ditulis oleh Syaikh Abi Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi dalam Kitab Raudhatul halibin, ada empat, yaitu:
  1. Ada perceraian/talak
  2. Orang merujuk (suami)
  3. Sighat, yakni ucapan yang digunakan untuk rujuk, ucapan ini harus dikaitkan dengan pernikahan, contoh: raja’tuki ila nikahi (aku mengembalikan engkau ke pernikahanku) atau raja’tuki ila zaujati (aku mengembalikan engkau sebagai istriku). Ucapan rujuk juga bisa memakai bahasa selain Arab
  4. Orang yang akan dirujuk (istri).

Talak, iddah, dan rujuk merupakan konsep-konsep yang penting dalam hukum keluarga Islam. Ketiga hal ini mencerminkan kompleksitas hubungan pernikahan dan upaya menjaga keutuhan dan keadilan dalam situasi yang mungkin sulit. Dengan memahami pengertian dan ketentuan-ketentuan yang terkait dengan talak, iddah, dan rujuk, kita dapat memahami lebih baik bagaimana Islam mengatur hubungan pernikahan dan bagaimana agama ini menghargai dan melindungi hak-hak perempuan dalam konteks ini.