Makalah Pertukaran Budaya di Pentas Global PPKn Kelas 10 SMA/SMK

Berikut adalah makalah tentang “Pertukaran Budaya di Pentas Global” mata pelajaran PPKn Kelas 10 SMA/SMK.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makalah Pertukaran Budaya di Pentas Global ini membahas tentang bagaimana budaya bersih dan sikap terpuji dalam membersihkan lingkungan tercermin dalam tindakan pendukung dan tim nasional sepakbola Jepang di pentas dunia, terutama dalam Piala Dunia. Sikap ini menunjukkan nilai-nilai dan budaya yang tumbuh dalam masyarakat Jepang, yang selalu mengedepankan kebersihan dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan, bahkan dalam suasana yang sulit seperti kekalahan di pertandingan.

Pentingnya kebersihan dan kebiasaan membersihkan lingkungan memiliki akar dalam budaya Jepang yang kaya, yang telah membentuk pandangan masyarakat terhadap kebersihan dan keindahan. Budaya ini dipengaruhi oleh ajaran dari agama-agama seperti Shintoisme dan Buddhisme, yang mengajarkan pentingnya membersihkan diri dan lingkungan sebagai cerminan kebaikan. Bahasa Jepang juga memperkuat nilai-nilai ini dengan mempertautkan kata "bersih" dengan konsep kecantikan dan kebaikan, serta kata "kotor" dengan keseraman dan keburukan.

Sejarah panjang budaya bersih ini telah mengakar dalam masyarakat Jepang sejak zaman dulu, terlihat dari kisah-kisah tentang kepedulian terhadap kebersihan dan keindahan yang diceritakan oleh sejarawan asal Tiongkok dan wisatawan Eropa. Bahkan, Jepang menjadi pelopor dalam membuka pemandian air panas (sento) yang menggambarkan pentingnya kegiatan mandi dan kebersihan dalam budaya mereka.

Tidak hanya pendukung, tetapi skuat tim nasional Jepang juga menerapkan nilai-nilai ini dalam tindakan mereka. Meskipun mengalami kekalahan yang menyakitkan, mereka tetap menjaga kerapihan ruang ganti mereka. Sikap ini mencerminkan kepercayaan bahwa kebersihan adalah bagian integral dari budaya dan identitas mereka.

Semua tindakan ini bukanlah hal yang baru dalam budaya Jepang. Pada Piala Dunia sebelumnya, seperti tahun 2014 dan 1998, para pendukung Jepang juga telah menunjukkan aksi membersihkan lingkungan setelah pertandingan, bahkan setelah mengalami kekecewaan dan kesulitan lainnya.

Dengan demikian, makalah ini akan menggali lebih dalam mengenai bagaimana budaya bersih dan nilai-nilai kebersihan dalam masyarakat Jepang tercermin dalam tindakan pendukung dan tim nasional mereka di pentas dunia, khususnya dalam acara Piala Dunia, dan bagaimana tindakan-tindakan ini menjadi contoh yang inspiratif bagi dunia mengenai pentingnya kebersihan dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.

B. Rumusan Masalah

Dalam konteks budaya Jepang yang tercermin dalam tindakan para pendukung dan tim nasional sepakbola Jepang di Piala Dunia, berikut adalah rumusan masalah makalah ini:
  1. Bagaimana sikap dan tindakan pendukung dan tim nasional sepakbola Jepang menggambarkan nilai-nilai kebersihan dan tanggung jawab terhadap lingkungan?
  2. Apa yang melatarbelakangi budaya bersih dan kebiasaan baik ini dalam masyarakat Jepang?
  3. Bagaimana ajaran agama seperti Shintoisme dan Buddhisme mempengaruhi budaya kebersihan masyarakat Jepang?
  4. Bagaimana peran bahasa dalam memperkuat kebiasaan membersihkan lingkungan dalam budaya Jepang?
  5. Bagaimana pengalaman sejarah dan contoh konkret dalam Piala Dunia sebelumnya, seperti tahun 1998, 2014, dan 2018, menggambarkan ketekunan dan kesetiaan dalam menjaga kebersihan walaupun mengalami kekecewaan?

C. Tujuan

Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Menggambarkan dan menganalisis bagaimana budaya kebersihan dan tanggung jawab terhadap lingkungan tercermin dalam tindakan para pendukung dan tim nasional sepakbola Jepang di berbagai pertandingan Piala Dunia.
  2. Menjelaskan latar belakang dan akar budaya bersih dalam masyarakat Jepang, termasuk pengaruh ajaran agama, nilai-nilai bahasa, dan sejarah panjang kebiasaan ini.
  3. Memahami dampak dan pentingnya kebiasaan membersihkan lingkungan terhadap citra dan pengaruh budaya Jepang di mata dunia.
  4. Mengilustrasikan bagaimana nilai-nilai kebersihan dan ketekunan ini tidak hanya tercermin dalam kemenangan, tetapi juga dalam menghadapi tantangan dan kegagalan di pentas global.
  5. Mendorong apresiasi terhadap budaya bersih dan tanggung jawab terhadap lingkungan serta menginspirasi untuk mengadopsi nilai-nilai positif ini dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN

Kebijakan atau nilai yang dimiliki sebuah bangsa tercermin tidak hanya dalam simbol negara tetapi filosofi hidup. Kita bisa mengenalinya dalam berbagai tindakan yang dilakukannya. Salah satu yang bisa kita jadikan sebagai contoh bagaimana kearifan itu tercermin dalam perbuatan adalah kisah pendukung tim nasional Sepakbola  Jepang berikut ini.

Para pendukung Jepang berada di ambang mimpi: menyaksikan tim nasional mereka lolos ke perempat final Piala Dunia untuk kali pertama. Sensasi itu mereka rasakan usai Takashi Inui menggandakan keunggulan Jepang atas Belgia dalam pertandingan 16 besar Piala Dunia 2018.

Namun euforia itu pelan-pelan kembali memudar ketika Jan Vertonghen dan Marouane Fellaini sukses membuat kedudukan kembali imbang lewat gol yang mereka cetak ke gawang Eiji Kawashima. Dan ketika Nacer Chadli memastikan kemenangan Belgia lewat golnya di penghujung laga, harapan itu benar-benar kandas.

Jepang seketika kalah secara mengejutkan; secara menyakitkan. Bulir-bulir air mata mulai turun membasahi pipi para pendukung Jepang yang berada di tribun penonton. Banyak wajah yang ditutupi oleh kedua telapak tangan. Sebagian yang lain tampak diam terpaku-membisu seakan tak percaya dengan apa yang baru saja disaksikannya.

A. Kebiasaan Bersih Masyarakat Jepang

Akan tetapi kekalahan menyakitkan itu tak membuat mereka berhenti melakukan satu kebiasaan baik: membersihkan sampah-sampah yang tercecer di tribun stadion.

Dengan mata yang masih sembap usai menangis, satu per satu dari mereka mulai menyisir tribun penonton Rostov Arena sambil menenteng kantong plastik berwarna biru. Sampah-sampah yang terserak mereka kumpulkan dalam kantong tersebut.

Tidak hanya pendukungnya, skuat tim nasional Jepang pun sama halnya. Kendati baru saja menelan kekalahan menyakitkan, mereka enggan meninggalkan ruang ganti yang mereka pakai dalam keadaan kotor dan berantakan. Sebuah foto yang beredar di media sosial menunjukkan bagaimana rapi dan bersihnya ruang ganti Samurai Biru selepas pertandingan.

Sikap terpuji suporter dan pemain Jepang, yang selalu ingin memastikan tempat yang disinggahi mereka tetap bersih, tidak lahir secara tiba-tiba. Sikap itu dibentuk oleh sebuah budaya dalam masyarakat Jepang itu sendiri, sebagaimana dikatakan oleh jurnalis sepakbola yang bekerja di Jepang, Scott McIntyre.

“Itu [pungut sampah] bukan budaya sepakbola, melainkan budaya Jepang,” ujarnya kepada BBC.

Sebuah budaya dalam suatu masyarakat tidak mungkin berdiri sendiri. Selalu ada unsur-unsur yang membentuknya—yang melatarinya. Dan yang membentuk budaya bersih masyarakat Jepang, salah satunya berkat ajaran dari kepercayaan yang mereka anut.

Melansir The Economist, dalam ajaran Shintoisme maupun Buddhisme (dua agama yang dianut oleh mayoritas masayarakat Jepang), kegiatan mandi atau membersihkan badan adalah kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan. Menurut dua ajaran tersebut, kekotoran mencerminkan kejahatan. Sedangkan kebersihan mencerminkan kebaikan.

Bahasa juga berperan memperkuat kebiasaan itu. Dalam bahasa Jepang, kata “Kirei” yang berarti “bersih”, sama artinya dengan “cantik”, “manis”, menarik”. Sementara kata “Fuketsu” yang berarti “kotor”, memiliki arti yang sama dengan “seram” atau “mengerikan”. Kata “Kitanai” yang berarti “benar-benar kotor” memiliki arti yang sama dengan “jorok” atau “keji”.

B. Akar Budaya dalam Kebiasaan Bersih

Kebiasaan baik masyarakat Jepang ini sudah ada sejak masa lampau. Masih menurut sumber yang sama, dikisahkan bahwa pada abad ketiga, ada seorang sejarawan asal Tiongkok yang menceritakan ketekunan masyarakat Jepang dalam menjaga kebersihan. Kesan yang sama juga disampaikan oleh wisatawan asal Eropa yang berkunjung ke Jepang pada sekitar abad ke-16.

Jepang juga merupakan negara pertama yang membuka pemandian air panas atau yang dalam bahasa Jepang disebut sento. Pemandian air panas pertama kali hadir adalah di Osaka pada 1590, atau di Tokyo pada 1591. Ketika Restorasi Meiji terjadi di Jepang pada 1868, sudah terdapat 600 sento yang tersebar di seluruh penjuru Kota Tokyo.

Catatan tersebut menunjukkan betapa pentingnya kegiatan mandi bagi masyarakat Jepang, dan betapa kuatnya budaya bersih yang dianut oleh mereka. Sampai-sampai menjadikan mereka sebagai perintis pemandian air panas di dunia.

Pertandingan melawan Belgia bukanlah yang pertama. Para pendukung Jepang sudah melakukan aksi pungut sampah di pertandingan-pertandingan sebelumnya. Ketika Samurai Biru bertanding melawan Senegal di fase grup, usai pertandingan suporter Jepang dan Senegal bahu-membahu memungut sampah yang berserak di tribun Mordovia Arena.

Ketika Jepang berlaga di Piala Dunia 2014, aksi ini juga mereka lakukan. Saat Jepang berhadapan dengan Pantai Gading di Arena Pernambuco, walau akhirnya Jepang kalah, para pendukungnya tetap melakukan aksi bersih-bersih usai pertandingan. Satu per satu sampah mereka pungut dan dimasukkan ke dalam kantong plastik.

Namun barangkali aksi yang paling hebat adalah di Piala Dunia 1998. Itu adalah tahun di mana Jepang lolos ke Piala Dunia untuk kali pertama. Alhasil respons masyarakat Jepang pun sangat besar menyambutnya. Banyak dari mereka yang berbondong-bondong datang ke Perancis.

Akan tetapi antusiasme besar itu kemudian dimanfaatkan oleh segelintir orang tidak bertanggung jawab yang menjual tiket-tiket palsu. Lebih dari 12.000 pendukung Jepang menjadi korban penipuan tiket. Mau tidak mau mereka pun harus membeli tiket dari tukang catut jika ingin tetap menyaksikan laga perdana Jepang melawan Argentina.

Walau dirintangi oleh berbagai masalah, tribun di stadion Kota Toulouse tetap dipenuhi oleh pendukung Jepang pada akhirnya. Dari 33.000 penonton, 70 persennya adalah pendukung Samurai Biru. Namun lagi-lagi kepahitan didapat mereka: Jepang kalah dari Argentina.

Sudah ditipu, beli tiket mahal-mahal, dan sekarang menyaksikan tim kebanggaan menderita kekalahan. Sebagian orang barangkali akan menumpahkan kekesalan dengan merusak fasilitas yang ada di tribun stadion. Namun para pendukung Jepang tidak demikian.

Mereka tetap membersihkan sampah dengan tekun selepas pertandingan. Tak peduli sampah itu milik mereka atau bukan. Aksi ini pun sempat membuat media-media Perancis takjub saat itu.

Dengan demikian, aksi pungut sampah yang kemarin ditunjukkan oleh mereka selepas pertandingan kontra Belgia, adalah aksi yang kesekian kalinya mereka lakukan di Piala Dunia. Apa pun hasil yang diraih Jepang, tak akan membuat mereka berhenti melakukan kebiasaan baik tersebut.

Jepang mungkin belum bisa menciptakan sejarah dengan lolos ke perempatfinal Piala Dunia. Namun dunia akan tetap mengingat nama mereka dengan baik berkat kebiasaan terpuji yang selalu mereka tunjukkan usai pertandingan.

Sumber: https://www.panditfootball.com/cerita/211668/RPU/180704/menang-atau-kalah-tetap-pungut-sampah

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam konteks pertandingan sepakbola Piala Dunia, budaya kebersihan dan tanggung jawab terhadap lingkungan yang tercermin dalam tindakan para pendukung dan tim nasional Jepang mengilustrasikan pentingnya nilai-nilai positif dalam masyarakat.

Meskipun mengalami kekecewaan dan kesedihan atas hasil pertandingan, para pendukung dan pemain Jepang tetap mempertahankan kebiasaan baik mereka untuk membersihkan sampah dan menjaga kebersihan tempat mereka berada. Sikap ini tidak hanya mencerminkan budaya Jepang yang kuat, tetapi juga menginspirasi dunia untuk menghargai dan mengadopsi prinsip-prinsip kebersihan dan tanggung jawab yang dijunjung tinggi.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan di atas, ada beberapa saran yang dapat diambil untuk lebih menghargai dan mempromosikan budaya kebersihan dan tanggung jawab dalam konteks global, yaitu:

1. Peningkatan Kesadaran
Masyarakat global dapat belajar dari tindakan para pendukung dan tim nasional Jepang dalam memelihara kebersihan dan lingkungan. Peningkatan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan di segala situasi dapat diadvokasi melalui kampanye pendidikan dan sosialisasi.

2. Penerapan Nilai-Nilai Positif
Semua negara dan komunitas dapat mempromosikan budaya bersih dan tanggung jawab melalui pendidikan dan program komunitas. Nilai-nilai positif seperti kebersihan, kerja sama, dan rasa memiliki bisa diintegrasikan dalam aktivitas sehari-hari.

3. Pertukaran Budaya Berbasis Nilai
Pertukaran budaya yang melibatkan nilai-nilai positif seperti kebersihan dan tanggung jawab dapat ditingkatkan. Ini dapat terjadi melalui program pertukaran pelajar, acara olahraga internasional, dan inisiatif kolaboratif lainnya.

4. Penghargaan Terhadap Budaya Lokal
Sambil mengadopsi nilai-nilai positif dari budaya lain, penting juga untuk mempertahankan dan menghargai nilai-nilai budaya lokal masing-masing. Keanekaragaman budaya dan praktik-praktik yang unik harus dijaga dan dihormati.

5. Inspirasi dari Contoh Positif
Kisah sukses para pendukung dan tim nasional Jepang di Piala Dunia dapat menjadi sumber inspirasi untuk mengatasi tantangan dan merayakan nilai-nilai baik dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, masyarakat global dapat membentuk dunia yang lebih bersih, lebih harmonis, dan lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan, sekaligus merayakan kekayaan budaya yang beragam.