Makalah Peluang dan Tantangan Penerapan Pancasila dalam Kehidupan Global PPKn Kelas 11 SMA/SMK

Berikut adalah makalah tentang “Peluang dan Tantangan Penerapan Pancasila dalam Kehidupan Global” mata pelajaran PPKn Kelas 11 SMA/SMK.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin pesat dan kemajuan teknologi yang mengglobal telah membawa dunia pada era modern yang penuh dengan tantangan dan peluang. Era abad ke-21 ini ditandai oleh transformasi mendalam dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam hal pertukaran informasi, konektivitas global, dan interaksi lintas budaya. Kemajuan teknologi informasi, digitalisasi, serta globalisasi telah mengubah dinamika kehidupan masyarakat secara drastis.

Di tengah kondisi global yang semakin terhubung dan kompleks ini, penting bagi suatu negara untuk tetap mempertahankan jati dirinya dan nilai-nilai yang menjadi landasannya. Bagi Indonesia, Pancasila telah lama menjadi landasan ideologi yang mengikat bangsa ini. Namun, dengan adanya perubahan-perubahan sosial, politik, dan budaya dalam skala global, tantangan dan peluang dalam penerapan Pancasila dalam kehidupan bangsa dan bernegara semakin jelas.

Pancasila sebagai dasar negara memiliki tujuan utama untuk mencapai kesejahteraan, keadilan, dan persatuan di tengah keragaman masyarakat Indonesia. Namun, dalam konteks global saat ini, nilai-nilai Pancasila diuji oleh berbagai ideologi, pengaruh budaya luar, serta tantangan-tantangan baru yang muncul. Globalisasi membawa informasi dari berbagai belahan dunia dengan cepat dan tanpa batas, yang pada satu sisi dapat memperkaya pemahaman dan perspektif masyarakat, namun di sisi lain juga dapat membawa pengaruh yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Selain itu, tantangan global seperti ekstremisme, radikalisme, terorisme, dan konsumerisme juga menjadi isu yang perlu diperhatikan dalam penerapan Pancasila. Bagaimana Pancasila mampu menjaga keharmonisan dan kestabilan dalam masyarakat Indonesia di tengah arus globalisasi yang membawa ideologi dan nilai-nilai asing? Bagaimana Pancasila dapat menghadapi ancaman ekstremisme dan terorisme yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa? Bagaimana pula masyarakat dapat tetap menerapkan nilai-nilai gotong royong dan kekeluargaan dalam era konsumerisme yang merayapi kehidupan modern?

Makalah ini akan membahas secara mendalam tantangan dan peluang penerapan Pancasila dalam konteks kehidupan global pada abad ke-21. Dalam bab-bab selanjutnya, kami akan menguraikan berbagai aspek yang berkaitan dengan permasalahan tersebut dan mengidentifikasi langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang tersebut. Dengan demikian, makalah ini diharapkan dapat memberikan pandangan yang komprehensif tentang pentingnya mempertahankan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam menjaga keutuhan dan kemajuan bangsa Indonesia dalam skala global.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana Pancasila dapat tetap relevan di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang membawa pengaruh ideologi dan budaya asing?
  2. Bagaimana Pancasila dapat menghadapi ancaman radikalisme, ekstremisme, terorisme, dan konsumerisme yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila?
  3. Bagaimana Pancasila dapat melawan penyebaran hoaks dan fenomena post-truth yang mengancam pemahaman objektif terhadap kebenaran?
  4. Bagaimana Pancasila dapat dijadikan landasan dalam menghadapi tantangan global seperti krisis lingkungan, pemanasan global, dan pandemi?

C. Tujuan

Tujuan makalah ini adalah:
  1. Menganalisis tantangan-tantangan yang dihadapi dalam penerapan nilai-nilai Pancasila dalam era globalisasi dan teknologi informasi.
  2. Mengidentifikasi dampak ideologi-ideologi alternatif seperti radikalisme, ekstremisme, terorisme, dan konsumerisme terhadap keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia.
  3. Menjelaskan peran Pancasila dalam melawan penyebaran hoaks, fenomena post-truth, serta menjaga integritas informasi dalam kehidupan masyarakat modern.
  4. Memahami bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat menjadi dasar dalam menghadapi tantangan global, termasuk krisis lingkungan, pemanasan global, dan pandemi.
  5. Mendorong pemahaman dan kesadaran mengenai pentingnya memanfaatkan nilai-nilai Pancasila sebagai pijakan dalam mengembangkan keterampilan kolaborasi, komunikasi, dan literasi yang dibutuhkan dalam kehidupan global.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tantangan Ber-Pancasila dalam Kehidupan Global

Kita sedang berada pada abad ke-21. Abad ini ditandai dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Pertukaran informasi, penggunaan internet, pemanfaatan data besar (big data), dan teknologi otomatisasi adalah fenomena yang dapat dirasakan, terutama yang berada di perkotaan. Sejauh memiliki perangkat elektronik (devices), seperti smartphone dan laptop ditambah dengan jaringan internet, dapat membawa kita melanglang buana, berkomunikasi, berinteraksi dengan orang lain, bahkan dengan orang yang sangat jauh sekali.

Tiga puluh tahun lalu, akses dan penyebaran informasi tentu tidak secepat sekarang ini. Apalagi pada era kemerdekaan Indonesia, di mana teknologi masih sangat terbatas.

Fenomena ini tentu menjadi tantangan yang perlu dipecahkan. Mari kita membayangkan hal yang sederhana tentang pekerjaan. Pada tahun 1970an dan 1980an, orang yang memiliki mesin ketik dan kemampuan mengetik cepat akan dicari banyak orang, bisa menjadi pekerjaan yang dapat menghasilkan uang. Begitu juga menjadi loper koran pada tahun 1990an, merupakan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang. Namun, jika kita hanya memiliki keterampilan itu pada masa sekarang, tentu tidak mudah mencari pekerjaan. Sebab, perkembangan teknologi sedemikian cepat, mengubah peluang dan tantangan zaman.

Banyak pekerjaan yang pada abad sebelumnya masih dibutuhkan, tetapi pada abad ini mulai tak lagi dibutuhkan. Salah satu komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pernah melaporkan bahwa sampai tahun 2030 akan ada 2 miliar pegawai di seluruh dunia yang kehilangan pekerjaan karena digantikan oleh teknologi. Di sisi lain, ada banyak jenis pekerjaan baru yang tidak ada pada abad ke-20.

Tantangan Ideologi

Pada era teknologi informasi ini, Pancasila akan diuji seiring dengan masuknya ideologi-ideologi alternatif yang merangsek dengan cepat ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal, Pancasila adalah ideologi negara yang harus dipatuhi dan menjadi pemersatu bangsa. Lalu, bagaimana jika ideologi-ideologi lain masuk ke masyarakat Indonesia yang notabene sudah ber-Pancasila.

Beberapa ideologi yang mulai masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan ber- bangsa dan bernegara adalah radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Kata radika- lisme seringkali diidentikkan dengan ekstremisme. Ekstremisme kekerasan (violent extremism) adalah pilihan sadar untuk menggunakan kekerasan atau untuk men- dukung penggunaan kekerasan demi meraih keuntungan politik, agama, dan ideologi. Ekstremisme kekerasan juga dapat dimaknai sebagai sokongan, pelibatan diri, penyiap- an, atau paling tidak, dukungan terhadap kekerasan yang dimotivasi dan dibenarkan secara ideologis untuk meraih tujuan-tujuan sosial, ekonomi, dan politik.

Sementara itu, terorisme dalam UU Nomor 15 Tahun 2003 didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan situasi teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas dan menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas harta benda orang lain, yang mengakibatkan kerusakan atau kehancuran objek-objek vital strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, dan fasilitas internasional.

Sebagaimana kita tahu, ideologi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme mulai menjangkiti bangsa Indonesia. Ideologi tersebut tentu saja tidak tumbuh dari tradisi luhur bangsa Indonesia karena Indonesia memiliki budaya luhur, seperti kekeluargaan, tenggang rasa, gotong royong, dan lain sebagainya.

Selain itu, yang tak kalah membahayakan, adalah konsumerisme. Konsumerisme adalah paham terhadap gaya hidup yang menganggap barang-barang (mewah) sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya. Dapat dikatakan pula konsumerisme adalah gaya hidup yang sifatnya tidak hemat. Sering kita saksikan di televisi ataupun media sosial perilaku-perilaku konsumtif yang berlebihan. Orang-orang yang terpapar ideologi ini cenderung akan senang dan bahagia membeli sesuatu, sekalipun tidak dibutuhkan. Tujuannya bisa beragam, mulai dari pamer, gengsi, mencari perhatian, hingga sekedar ikut-ikutan. Akibatnya, demi mencapai kebahagiannya yang terletak pada aktivitas membeli barang/sesuatu itu, seseorang bisa melakukan apa saja, sekalipun melanggar norma dan konstitusi. 

Ekstremisme, radikalisme, terorisme, dan konsumerisme ini tentu bertentangan dengan Pancasila.

Hoaks dan Post Truth

Salah satu dampak lain dari meningkat pesatnya teknologi informasi adalah banjirnya informasi. Sebelum era media sosial seperti sekarang, informasi disampaikan hanya melalui lembaga-lembaga tertentu, baik dalam siaran radio, televisi, dan website. Namun, pada era sekarang ini, setiap dari kita menjadi konsumen dan produsen informasi sekaligus. Disebut konsumen, karena kita juga menerima dan menyerap beragam informasi dari berbagai kanal, baik berupa radio, televisi, maupun media sosial, seperti facebook, twitter dan Youtube. Kita semua juga bisa menjadi produsen informasi karena kita menyiarkan apa yang kita ketahui kepada publik luas melalui media sosial yang kita punya.

Dampaknya apa? Pertama, karena banjirnya informasi tersebut, kita disuguhi bermacam-macam informasi, baik yang penting ataupun yang tidak penting, baik yang valid kebenarannya ataupun yang tidak. Berada di dalam dunia teknologi informasi yang sangat pesat, ibarat kita berada dalam hutan belantara: kita bisa menjumpai apapun, mulai dari yang kita butuhkan sampai hal-hal yang tidak kita butuhkan, mulai dari hal yang bermanfaat sampai hal yang berbahaya. Akibatnya, kita seringkali kebingungan menentukan mana jalan keluar dan mana jalan yang menyesatkan.

Karena itulah, banyak kita jumpai beredarnya hoaks atau informasi palsu di media sosial kita. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengidentifikasi 3.901 berita palsu atau berita bohong (hoaks) selama periode Agustus 2018 hingga November 2019. Ini tentu berbahaya. Dalam ilmu komputer dikenal istilah garbage in, garbage out, artinya, jika yang kita terima atau kita konsumsi adalah sampah, sampah pulalah yang kita keluarkan.

Kedua, dampak lanjutan dari beredarnya hoaks tersebut, membawa kita pada suatu kondisi yang disebut dengan post-truth (pasca-kebenaran). Dalam kamus Oxford, makna post-truth adalah dikaburkannya publik dari fakta-fakta objektif. Post-truth adalah kondisi di mana fakta objektif tidak lagi memberikan pengaruh besar dalam membentuk opini publik, tetapi ditentukan oleh sentimen dan kepercayaan. Dalam anggapan mereka, kebenaran itu adalah hal-hal yang disampaikan berulang-berulang, sekalipun salah.

Misalnya, ketika seseorang membenci kelompok tertentu, berita tentang keburukan dari kelompok tertentu akan dianggap sebagai kebenaran, tak peduli siapa pembuat berita, tak mengecek apakah beritanya benar atau tidak. Sebaliknya, jika ada informasi- informasi baik tentang kelompok yang dibenci tersebut tidak dipercayainya, sekalipun itu benar dan valid.

Ketiga, dampak yang lebih jauh adalah masyarakat mudah diprovokasi, diadu domba, dihasut, dan ditanamkan benih kebencian melalui informasi-informasi palsu yang terus-menerus disampaikan sehingga dianggap sebagai kebenaran. Akibatnya, permusuhan sesama bangsa Indonesia, kebencian kepada bangsa lain, upaya untuk memecah belah bangsa, dan sejumlah dampak negatif lainnya, dapat dengan mudah terjadi di tengah-tengah kita.

Tantangan Global

Betul bahwa kita semua adalah warga negara Indonesia. Itu dapat ditandai dengan sejumlah identitas ke-Indonesia-an, mulai dari Kartu Tanda Penduduk, Bendera Merah Putih, lambang Garuda Pancasila, bahasa Indonesia, serta bahasa daerah yang digunakan.

Selain sebagai warga negara Indonesia, kita juga menjadi warga negara dunia. Indonesia sebagai negara dan bangsa tidak dapat mengisolasi diri, tidak bergaul, dengan bangsa-bangsa lain dari negara lain. Terlebih dengan bantuan teknologi informasi, sekat-sekat batas negara itu menjadi tipis. Ketika kita dapat menggunakan bahasa internasional, seperti bahasa Inggris, tentunya kita dapat berinteraksi dengan bangsa- bangsa lain yang menggunakan bahasa yang sama.

Tak hanya berkomunikasi, pada saat bersamaan, kita juga bersaing dengan bangsa- bangsa lain. Persaingan ini juga terjadi dalam bidang pekerjaan. Karena itu, kita harus memiliki kompetensi dan keterampilan yang setara dengan bangsa-bangsa lain sehingga dapat bersaing pada abad ke-21 ini. Lalu, keterampilan apa saja yang dibutuhkan pada abad ke-21 ini?

Untuk dapat bersaing dan berkontribusi dengan baik dalam skala global pada abad ke-21 ini, kita perlu memiliki sejumlah kecakapan: literasi, kompetensi, dan karakter. Pada abad ini, kita tidak cukup hanya pintar, menghafal teori-teori, rumus-rumus, dan definisi-definisi, tetapi juga perlu memiliki kompetensi untuk memecahkan masalah, melakukan kolaborasi dan kerja sama. Kita juga perlu karakter untuk terus belajar dan gigih sehingga bisa beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi.

Tak hanya terkait dengan kompetensi penting pada abad ke-21, dunia hari ini menghadapi sejumlah tantangan global yang tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri. Krisis lingkungan, pemanasan global, pandemi, kekerasan, dan perang global, adalah beberapa contoh tantangan global yang tidak bisa ditangani sendiri, melainkan membutuhkan kerja sama dan kolaborasi lintas negara dengan melibatkan semua pihak.

B. Peluang Ber-Pancasila dalam Kehidupan Global

Bangsa yang religius, ramah dan damai

Kita patut berbangga menjadi bangsa Indonesia. Di antara karakteristik kuat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah religiusitas, keramahan, dan mencintai perdamaian.

Di Indonesia, ada banyak agama/kepercayaan, suku, ras, dan bahasa, yang kesemua- nya dapat hidup rukun. Kita masih memiliki sejumlah tradisi yang memberi semangat kerukunan dan perdamaian. Di Bali, ada tradisi Ngejot, tradisi berupa pertukaran makanan antarpemeluk agama yang berbeda. Tradisi ini dilakukan menjelang hari raya Galungan. Pertukaran makanan ini hanyalah simbol, esensinya adalah keakraban dan kekeluargaan sesama mereka, sekalipun berbeda agama.

Di Maluku, terdapat tradisi Pela Gandong. Pela diartikan sebagai “suatu relasi perjanjian persaudaraan antara satu negeri dengan negeri lain yang berada di pulau lain dan kadang menganut agama yang berbeda”. Sedangkan gandong bermakna “adik”.

Perjanjian ini diangkat dalam sumpah yang tidak boleh dilanggar. Pada saat upacara sumpah, campuran soppi (tuak) dan darah dari tubuh masing-masing pemimpin negeri akan diminum oleh kedua pemimpin setelah senjata dan alat-alat tajam lain di celupkan, atau dilakukan dengan memakan sirih pinang. Hubungan Pela ini terjadi karena suatu peristiwa yang melibatkan beberapa desa untuk saling membantu. Dalam ikatan Pela terdapat rangkaian nilai dan aturan mengikat dalam persekutuan persaudaraan atau kekeluargaan.

Di Papua, ada tradisi Bakar Batu. Tradisi ini dilakukan ketika terjadi konflik antarsuku, untuk mencari solusi. Tradisi ini mengandung filosofi kesederhanaan, ucapan syukur, dan perdamaian.

Masyarakat Dayak memiliki tradisi Bahaump. Bahaump merupakan kata lain dari musyawarah, sebuah budaya yang dimiliki tiap suku tetapi dengan sebutan yang berbeda. Selain itu, masyarakat Dayak juga memiliki kata yang mempersatukan setiap suku yang ada di Kalimantan Barat, "Adil Ka’Talino, Bacuramin Ka’Saruga, Basengat Ka’Jubata”. Artinya dalam hidup ini kita harus bersikap adil, jujur, dan tidak diskriminatif terhadap sesama manusia, dengan mengedepankan perbuatan-perbuatan baik seperti di surga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Masih ada banyak tradisi lain yang menggambarkan perdamaian atau bertujuan menyelesaikan konflik sehingga warga dapat hidup rukun. Kita dapat menggali sejumlah tradisi di daerah masing-masing yang dapat menjadi pemersatu antarbangsa.

Selain kekayaan tradisi tersebut, bangsa Indonesia juga bangsa yang religius, bangsa yang memiliki spiritualitas tinggi karena keyakinan dan kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena keyakinannya yang tinggi kepada Tuhan, ajaran-ajaranNya juga dilaksanakan dengan baik. Bangsa Indonesia memandang manusia memiliki dua dimensi: jiwa dan raga atau jasmani dan rohani. Kedua dimensi tersebut harus seimbang. Karena itulah, bangsa Indonesia tidak pernah mendahulukan raga atau jasmani daripada rohani atau jiwa.

Pancasila Sebagai Kekuatan

Jika kita mengkaji nilai-nilai Pancasila secara mendalam, kita akan tahu bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya akan menjadi modal penting dalam kehidupan global ini.

Dengan nilai ketuhanan, bangsa Indonesia tidak terjebak pada ideologi materialisme yang menempatkan materi di atas segala-galanya. Nilai-nilai agama yang dipegang teguh bangsa Indonesia menjadikan ia memiliki akhlak yang mulia, baik akhlak kepada sesama, kepada alam semesta, maupun akhlak sebagai warga negara.

Dengan sila kedua, bangsa Indonesia memahami dan menghargai setiap orang, sehingga ini menjadi modal penting untuk melawan segala bentuk yang tidak memanusiakan manusia, seperti melakukan diskriminasi, perundungan (bullying), streotip, dan kekerasan. Kemanusiaan yang diberi sifat “adil dan beradab” akan membawa bangsa Indonesia untuk selalu menjunjung tinggi tradisi, dan adat istiadat yang berlaku.

Dengan sila ketiga, bangsa Indonesia memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Sekalipun berbeda suku, etnis, bahasa, dan agama, bangsa Indonesia tetap dapat merajut persatuan demi kemajuan negara Indonesia.

Dengan sila keempat, bangsa Indonesia selalu mendahulukan musyawarah, sehingga segala bentuk perilaku main hakim sendiri tidak dibenarkan. Segala keputusan menyangkut kepentingan masyarakat luas selalu dilakukan melalui jalan musyawarah.

Dengan sila kelima, bangsa Indonesia senantiasa bersikap adil, bahwa setiap manusia memiliki hak asasi yang sama. Masyarakat mudah membantu orang lain yang berada dalam kesusahan, kemiskinan, dan lemah.

Semua nilai-nilai Pancasila tersebut tidak hanya tertulis di buku-buku pelajaran ataupun Undang-Undang, tetapi telah menjadi tradisi yang berurat akar dalam masyarakat Indonesia.

Meningkatkan Keterampilan Diri

Untuk meningkatkan peluang menerapkan Pancasila dalam kehidupan global, perlu membekali diri dengan berbagai keterampilan penting yang dibutuhkan pada abad ini, seperti kolaborasi, komunikasi, literasi, dan lain sebagainya.

Kolaborasi sangat dibutuhkan, karena ada banyak hal yang tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri. Kehadiran sejumlah start up di Indonesia, misalnya, pada umumnya dilakukan secara kolaboratif, dengan melibatkan banyak orang untuk sama-sama berkontribusi demi mencapai tujuan bersama.

Komunikasi juga memiliki peran yang sangat penting. Komunikasi di sini bukan hanya sekedar menguasai bahasa asing, tetapi juga mengerti tradisi tempat bahasa itu berkembang. Karena bahasa adalah salah wujud dari kebudayaan. Dengan kemampuan komunikasi, kita dapat menyampaikan pesan dengan baik. Dengan kemampuan komunikasi yang baik, kita juga dapat terhindar dari salah paham dengan orang lain yang dapat menyebabkan perselisihan.

Semua yang didapat di bangku sekolah adalah modal awal yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Jangan berpuas diri dengan capaian di sekolah. Ada banyak orang sukses yang saat di bangku sekolah tidak termasuk orang yang mendapatkan ranking kelas. Salah satu yang membuat mereka sukses adalah mental untuk terus belajar, selalu ingin tahu, dan dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam menghadapi tantangan abad ke-21 yang dipenuhi dengan kemajuan teknologi dan fenomena global, Pancasila memiliki peran penting sebagai landasan ideologi negara Indonesia. Tantangan seperti ideologi-ideologi radikal, ekstremisme, terorisme, konsumerisme, hoaks, dan post-truth memerlukan pemahaman dan penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai penyeimbang.

Pancasila tidak hanya sekadar ajaran formal, melainkan juga memiliki akar dalam tradisi dan budaya Indonesia. Kemampuan bangsa Indonesia dalam menjaga kerukunan beragama, seperti tradisi Ngejot, Pela Gandong, Bakar Batu, dan Bahaump, serta sikap religius dan semangat nasionalisme, membentuk pondasi kuat untuk menghadapi tantangan global.

B. Saran

Untuk mengoptimalkan penerapan Pancasila dalam kehidupan global, beberapa saran yang perlu dipertimbangkan, yakni:
  1. Pendidikan yang lebih mendalam tentang nilai-nilai Pancasila sejak dini akan membantu generasi muda memahami, menghargai, dan menerapkan ajaran tersebut dalam setiap aspek kehidupan.
  2. Pendidikan literasi media yang kuat harus ditanamkan, termasuk kemampuan mengenali hoaks dan berita palsu. Hal ini akan membantu masyarakat dalam menilai informasi secara kritis sebelum menyebarkannya.
  3. Mendorong pembentukan karakter dan etika yang kuat, seperti kerja sama, toleransi, keadilan, dan tanggung jawab, akan membantu masyarakat menghadapi berbagai tantangan global dengan bijaksana.
  4. Pendidikan yang fokus pada pengembangan keterampilan seperti kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, dan kreativitas akan membantu generasi muda Indonesia bersaing di tingkat global.
  5. Lebih mempromosikan dan menghargai budaya serta tradisi lokal yang memiliki nilai-nilai perdamaian dan kerukunan dapat menjadi contoh inspiratif bagi masyarakat global.