Makalah Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai PPKn Kelas 11 SMA/SMK

Berikut adalah makalah tentang “Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai” mata pelajaran PPKn Kelas 11 SMA/SMK.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sengketa antar negara adalah situasi yang bisa berpotensi berujung pada konflik dan kekerasan. Namun, ada cara damai untuk menyelesaikannya, yang lebih baik daripada menggunakan kekuatan militer. Dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), negara-negara diwajibkan untuk mencari penyelesaian damai agar keamanan dan harmoni tetap terjaga.

Pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan terwujud dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957. Deklarasi ini mengakui Indonesia sebagai entitas politik, pertahanan, sosial budaya, dan ekonomi yang utuh.

Dengan demikian, langkah-langkah damai dalam menyelesaikan sengketa internasional dan pentingnya UNCLOS bagi Indonesia sebagai negara kepulauan adalah aspek yang perlu diperhatikan dalam rangka menjaga perdamaian dan kerjasama internasional.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Apa pentingnya penyelesaian damai dalam sengketa antarnegara dibandingkan dengan metode kekerasan atau gencatan senjata?
  2. Bagaimana peran Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam mendorong penyelesaian sengketa internasional secara damai?
  3. Apa saja langkah-langkah konkrit yang dapat diambil dalam penyelesaian damai sengketa internasional, termasuk pengertian dan contoh dari negosiasi, mediasi, konsiliasi, penyelidikan, dan peran organisasi PBB?
  4. Mengapa Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS) memiliki peran penting bagi negara kepulauan seperti Indonesia?
  5. Bagaimana pengakuan internasional terhadap status Indonesia sebagai negara kepulauan terkait dengan Deklarasi Djuanda tahun 1957?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk:
  1. Memberikan pemahaman yang jelas dan sederhana tentang berbagai cara penyelesaian sengketa internasional secara damai
  2. Menjelaskan peran penting Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut dalam konteks negara kepulauan seperti Indonesia.
  3. Memahami pentingnya penyelesaian damai dalam menjaga perdamaian dan harmoni internasional.
  4. Mengetahui langkah-langkah konkret yang dapat diambil dalam penyelesaian damai, termasuk negosiasi, mediasi, konsiliasi, penyelidikan, dan peran organisasi PBB.
  5. Mengerti bagaimana Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut berperan dalam mengatur hukum laut global dan mengapa itu relevan bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
  6. Menyadari bagaimana pengakuan internasional terhadap status Indonesia sebagai negara kepulauan terhubung dengan Deklarasi Djuanda tahun 1957.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Menyelesaikan Sengketa Secara Damai

Penyelesaian secara damai dalam sengketa antarnegara merupakan langkah ideal daripada menempuh cara-cara kekerasan atau gencatan senjata. Upaya damai ini mutlak dilakukan sebelum mengarah pada konflik yang lebih besar berupa kontak senjata.

Dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mewajibkan kepada setiap anggota negara yang tergabung di dalamnya maupun kepada negara-negara yang memang memilih tidak bergabung ke dalam PBB, agar dalam penyelesaian sengketa internasional dilakukan secara damai, sehingga tidak mengganggu keamanan dan keharmonisan.

Adapun langkah-langkah penyelesaian damai itu dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:

a. Negosiasi
Cara ini merupakan penyelesaian sengketa paling sederhana dan dianggap tradisional tetapi cukup efektif untuk mencegah konflik. Model penyelesaian negosiasi tidak perlu melibatkan pihak ketiga, melainkan fokus pada diskusi tentang hal-hal yang menjadi persoalan oleh pihak terkait. Perbedaan persepsi yang terjadi antar-kedua belah pihak akan memperoleh jalan keluar dan memungkinkan mudah untuk dipecahkan. Namun demikian, jika salah satu pihak menolak cara negosiasi ini, akan mengalami jalan buntu.

b. Mediasi dan jasa-jasa baik (mediation and good offices)
Mediasi tidak jauh beda dengan negosiasi, hanya saja, yang membedakannya pada pelibatan pihak ketiga, yang bertindak sebagai perantara untuk mencapai kesepakatan. Komunikasi bagi pihak ketiga itu disebut sebagai good offices.

Pihak ketiga yang menjadi mediator tentu dipersepsikan oleh kedua belah pihak sebagai orang yang secara aktif terlibat dalam usaha-usaha mencari solusi yang tepat agar memperoleh kesepakatan antar pihak-pihak yang bersengketa. Mediasi bisa terlaksana jika pihak yang bersengketa bersepakat dalam pencarian solusi perlu melibatkan pihak ketiga, dan menerima syarat-syarat tertentu yang diberikan oleh pihak yang bersengketa.

c. Konsiliasi (conciliation)
Istilah konsiliasi memiliki dua arti. Pertama, suatu metode dalam proses penyelesaian sengketa yang diselesaikan secara damai dengan dibantu melalui perantara negara lain atau badan penyelidikan dan komite tertentu yang dinilai tidak berpihak kepada salah satu yang bersengketa. Kedua, suatu metode penyelesaian konflik yang dilakukan dengan cara menyerahkannya kepada sebuah komite untuk membuat semacam laporan investigasi dan memuat usul penyelesaian kepada pihak yang bertikai.

d. Penyelidikan (inquiry)
Pada 18 Desember 1967, PBB mengeluarkan resolusi kepada anggota-angotanya agar dalam proses penyelesaian sengketa internasional perlu metode yang disebutnya sebagai fact finding (pencarian fakta). Metode ini meniscayakan penyelidikan (inquiry), yang dilakukan oleh sebuah badan atau komisi yang didirikan secara khusus untuk terlibat aktif dalam proses pengumpulan bukti-bukti dan permasalahan yang dianggap menjadi pangkal sengketa, kemudian komisi itu mengungkapnya sebagai sebuah fakta disertai cara penyelesaiannya.

e. Penyelesaian di bawah naungan organisasi PBB
Dalam Pasal 1 Piagam PBB, yang di antara tujuannya adalah memelihara perdamaian dan keamanan internasional, erat hubungannya dengan upaya penyelesaian sengketa antara negara secara damai. PBB memiliki lembaga International Court of Justice (ICJ) yang memberikan peran penting dalam proses penyelesaian sengketa antarnegara melalui Dewan Keamanan (DK). Berdasarkan keterangan Bab VI, DK diberi kewenangan untuk melakukan upaya-upaya terkait penyelesaian sengketa.

B. Ketentuan Konvensi PBB 1982 Tentang Hukum Laut

UNCLOS merupakan singkatan dari United Nations Conventions on The Law Sea, suatu lembaga di bawah naungan PBB, sejak tahun 1982. Indonesia telah meratifikasi konvensi ini melalui UU No. 17 Tahun 1985. Sejak saat itu, semua negara, termasuk Indonesia, yang menjadi bagian atau anggota PBB, wajib menaati aturan yang terkandung dalam UNCLOS 1982 terkait aturan hukum laut.

UNCLOS, jika dilihat akar sejarahnya, adalah hasil dari konferensi-konferensi PBB mengenai hukum laut yang berlangsung sejak tahun 1973 hingga 1982. Sampai sat ini, lebih dari 150 negara telah menyatakan bergabung dengan UNCLOS, termasuk Uni Eropa.

Konvensi itu memiliki peran penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Karena, Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan, memperoleh pengakuan dunia internasional setelah diperjuangkan melalui forum UNCLOS selama 25 tahun.

Negara kepulauan, menurut UNCLOS 1982, adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Dalam pemahaman ini, negara kepulauan dapat menarik garis dasar atau pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan itu.

Pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan itu kemudian diwujudkan dalam Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957. Kepulauan Indonesia telah menjadi satu kesatuan politik, pertahanan, sosial budaya, dan ekonomi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam menghadapi sengketa antarnegara, penyelesaian secara damai adalah pendekatan yang sangat diinginkan daripada menggunakan kekerasan atau gencatan senjata. Pendekatan damai ini sangat penting untuk menjaga perdamaian dan mencegah konflik yang lebih besar. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengamanatkan kepada negara-negara anggotanya untuk menyelesaikan sengketa internasional secara damai demi menjaga keamanan dan harmoni.

Berbagai cara dapat digunakan dalam penyelesaian damai, seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi, penyelidikan, dan peran organisasi PBB. Negosiasi melibatkan diskusi langsung antara pihak-pihak yang bersengketa, mediasi melibatkan perantara (mediator) untuk membantu mencapai kesepakatan, konsiliasi melibatkan pihak ketiga yang tidak berpihak, penyelidikan dilakukan untuk mencari fakta-fakta yang mendasari sengketa, dan PBB memiliki lembaga seperti International Court of Justice (ICJ) yang berperan dalam penyelesaian sengketa.

Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS) memiliki peranan penting, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia. UNCLOS mengatur hukum laut secara global dan memberikan pedoman tentang batas-batas wilayah laut negara kepulauan. Pengakuan internasional terhadap status Indonesia sebagai negara kepulauan telah dinyatakan dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957.

B. Saran

Dalam konteks penyelesaian sengketa internasional secara damai, ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan, yakni:
  1. Negara-negara harus lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya penyelesaian damai dalam mengatasi sengketa internasional, serta memahami manfaatnya dalam menjaga stabilitas regional dan global.
  2. Negara-negara perlu mengembangkan kemampuan diplomatik untuk melakukan negosiasi dan mediasi dengan efektif. Ini akan membantu mengurangi potensi eskalasi konflik.
  3. Kerjasama aktif dengan PBB dalam upaya penyelesaian sengketa harus ditingkatkan. PBB memiliki berbagai mekanisme dan lembaga yang dapat membantu dalam proses penyelesaian damai.
  4. Meningkatkan pemahaman mengenai Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut adalah kunci dalam menjaga hak dan kewajiban negara-negara kepulauan, seperti Indonesia, terkait wilayah laut.
  5. Negara-negara harus mendorong partisipasi lebih banyak negara dalam UNCLOS dan mengajak mereka untuk mengikuti prinsip-prinsip penyelesaian sengketa yang damai.