Analisis Mengapa Aktifitas Politik dalam Mempengaruhi dan Merubah Kebijakan Publik di Era Rezim Orde Baru Tidak Dapat Terlaksana

Analisis mengapa aktifitas politik dalam mempengaruhi dan merubah kebijakan publik di era rezim orde baru tidak dapat terlaksana! Simak jawaban dan penjelasan berikut ini.

Dalam sejarah politik Indonesia, era Rezim Orde Baru menjadi salah satu periode yang penuh dengan kekuasaan yang otoriter dan sedikit toleransi terhadap perbedaan pendapat.

Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, aktivitas politik yang kritis dan usaha untuk mempengaruhi dan merubah kebijakan publik seringkali tidak dapat terlaksana.

Berikut analisis saya mengapa aktifitas politik dalam mempengaruhi dan merubah kebijakan publik di era rezim orde baru tidak dapat terlaksana.

1. Kontrol dan pemusatan kekuasaan yang kuat
Pertama, sebagaimana kita ketahui, rezim Orde Baru didasarkan pada kontrol dan pemusatan kekuasaan yang kuat.

Soeharto dan kelompok elit yang mendukungnya memiliki kendali penuh atas lembaga-lembaga politik, termasuk parlemen dan partai politik.

Kekuatan ini digunakan untuk membatasi dan mengendalikan partisipasi politik masyarakat.

Kebijakan publik yang ditetapkan cenderung didasarkan pada kepentingan dan keinginan pemerintah, bukan berdasarkan aspirasi atau kebutuhan rakyat.

2. Praktik nepotisme dan korupsi
Rezim Orde Baru juga dikenal karena praktik nepotisme dan korupsi yang meluas.

Beberapa orang di lingkaran kekuasaan Soeharto mendapatkan keuntungan pribadi melalui posisi politik dan pengaruh mereka.

Akibatnya, kebijakan publik sering kali ditentukan oleh kepentingan ekonomi dan kekuasaan kelompok tertentu, bukan dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

3. Pembatasan kebebasan berekspresi
Selain itu, dalam era Orde Baru, kebebasan berekspresi dan kebebasan berserikat terbatas.

Organisasi dan kelompok masyarakat yang mengkritik atau menentang kebijakan pemerintah rentan terhadap intimidasi, pengawasan, dan tindakan represif.

Aktivitas politik yang berpotensi mempengaruhi dan merubah kebijakan publik sulit dilakukan ketika ada ancaman hukuman atau pembatasan yang signifikan terhadap kebebasan berpendapat.

4. Faktor eksternal
Selain faktor internal rezim Orde Baru, ada juga faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas politik pada masa itu.

Beberapa negara dan lembaga internasional mengakui rezim Orde Baru sebagai mitra politik yang penting dalam konteks geopolitik regional.

Dalam hal ini, pemerintah Indonesia dapat mengecualikan kritik dan tekanan yang mungkin berasal dari luar negeri, sehingga semakin memperkuat posisi dominan rezim Orde Baru.

5. Pengendalian media massa
Terakhir, dalam periode Orde Baru, media massa juga dikendalikan dan disensor dengan ketat oleh pemerintah.

Kontrol terhadap informasi dan penyebaran berita membuat sulitnya menyampaikan pesan politik yang berbeda atau kritis kepada masyarakat luas.

Dengan kontrol media yang kuat, aktivitas politik yang berupaya mempengaruhi kebijakan publik sering kali tidak diberikan ruang dan eksposur yang memadai untuk mencapai tujuan mereka.

Demikianlah beberapa alasan mengapa aktifitas politik dalam mempengaruhi dan merubah kebijakan publik di era rezim orde baru tidak dapat terlaksana. Kontrol dan pemusatan kekuasaan, praktik nepotisme dan korupsi, pembatasan kebebasan berekspresi, faktor eksternal, serta pengendalian media massa merupakan beberapa faktor utama yang memainkan peran dalam menghambat proses demokratisasi dan partisipasi politik pada masa itu.

Meskipun era Orde Baru telah berakhir, kita perlu memahami masa lalu ini agar kita dapat membangun masyarakat yang lebih terbuka, demokratis, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.