Tanggapan Masyarakat soal Acara Perpisahan di Sekolah, Antara Kenangan dan Beban Biaya

Acara perpisahan sekolah sepertinya sudah menjadi keharusan. Namun, alangkah baiknya dibuat dengan sederhana tanpa membebani orang tua siswa.

Siswa sendiri pasti maunya dibuat acara perpisahan. Sementara orang tua berhadap tidak dibuat acara ini karena pasti ujung-ujungnya mengeluarkan biaya.

Yang namanya anak, tidak memikirkan pro kontra acara perpisahan. Yang mereka pikirkan adalah selagi kegiatan ini menyenangkan, ya pasti nuntut sama guru dan orang tua agar dibuatkan acara sejenis perpisahan.

Siswa akan merasa kegiatan ini menjadi kegiatan yang menyenangkan, ya untuk kenang-kenanganlah, biar ada foto-foto untuk diupload di medsos kah, pokoknya yang senang-senanglah..

Dulu waktu masih sekolah, acara perpisahannya dibuat dengan makan bersama di aula atau di halaman sekolah, tetap menggunakan seragam sekolah.

Nah, kalau sekarang kegiatan perpisahan yang saya lihat seperti layaknya acara wisuda mahasiswa. Ada juga yang membuat perpisahan dengan bertamasya sampai bermalam-malam.

Saya juga pernah jadi guru disekolah SMA swasta. Kegiatan acara perpisahan disekolah kami dulu dilakukan dengan berkunjung ke suatu resort wisata selama 1 hari satu malam. Kegiatan tersebut diisi dengan bernyanyi-nyanyi, bakar-bakar ikan, ketawa-ketiwi, foto-foto dan lain sebagainya.

Nah, agar program jalan-jalan ini terlaksana, sebelumnya ada 2 guru yang cukup berpengaruh ditugaskan untuk “mencuci otak” siswa kelas tiga agar mereka tertarik untuk mengikuti dan melaksanakan kegiatan perpisahan ini.. biaya yang dikumpukan waktu itu adalah 250ribu per siswa.

Jelas, banyak orang tua yang gak mengeluh.. tapi, berkat “cucian otak” guru tadi, siswa tetap ngotot sama orang tuanya agar diberi uang perpisahan, agar kegiatan ini terlaksana.

Titik permasalahannya adalah orang tua maunya dibuat acara yang sederhana, namun bagi siswa acaranya dibuat semenarik mungkin. Siswa kurang sorr kalau acara perpisahaannya dibuat sederhana.

Berikut beberapa tanggapan masyarakat soal acara perpisahan di sekolah:

Tri Nuri:

"Zaman kita dulu perpisahan hanya paduan suara lagu andalan, himne guru sampai nangis Bombay. Anak sekarang study tour bayar sampai jutaan rupiah, wisuda butuh dana baju, makeup, pentas seni butuh dana lagi. Lagipula siapa yang dulu membuat acara wisuda untuk TK, SD, SMP, SMA, aneh-aneh saja. Pertanyaannya, tanpa perpisahan memang tidak dapat ijazah? Itu ibunya bocah tidak sadar kondisi, katanya hidup di bantaran sungai masih mengontrak, uang juga buat bayar kontrakan juga masih menabung. Lah, mbok ya anaknya diberi pengertian lah. Wali murid yang lain setuju, cuma ibu anak itu yang tidak setuju katanya kalau buat anak apapun akan dilakukan. Tidak apa-apa kalau memang kondisi mendukung, lah ini dari ceritanya... astaga."

Siti:

"Perpisahan sekolah saja, biaya sesuai anggaran. Ada OSIS, Pramuka, PMR, bikin kreativitas yang bermakna di sekolah, seperti zaman dulu perpisahan di sekolah, sangat bermakna. Karena biaya ke depannya setelah lulus akan Lebih besar. Biaya masuk sekolah saja tidak sedikit, melamar kerja harus pakai uang, tidak cukup sedikit. Orang tua pun jangan apa-apa mengikuti, asal orang tua kompak tidak adanya wisuda atau study tour, itu pun tidak akan terlaksana sekolahan. Pikirlah ke depannya akan seperti apa dengan uang hanya acara dalam satu hari habis begitu saja."

Ivo Fauziah:

"Sebenarnya kalau ada acara perpisahan di sekolah, asal dibuat sederhana saja tidak masalah. Biar ada kenang-kenangan acara kelulusan sekolah. Kembalikan lagi saja seperti dulu. Perpisahan sekolah diadakan di sekolah, acara syukuran sederhana antara guru dan murid. Murid-murid cukup pakai seragam sekolah lengkap. Berfoto-foto lah buat kenang-kenangan. Jangan ditiadakan sama sekali, saya pun kurang setuju jika dihapuskan. Di Queensland, Australia, di sini perpisahan sekolah juga sangat sederhana. Tetap ada school photographer yang siap memotret acara tersebut."

Nana Bundanya:

"Dari zaman dulu sebetulnya perpisahan itu sudah ada, sudah pakai kebaya. Saya SMA lulus tahun 2003 saja sudah perpisahan dan pakai kebaya, bedanya memang tidak pakai toga, karena toga cuma untuk yang lulus sarjana saja. Setelah acara perpisahan di sekolah, lanjut perpisahan lagi di vila plus menginap. Dulu untuk acara perpisahan diwajibkan menabung dari kelas 1 supaya pas hari H tidak memberatkan orang tua. Sekarang di sekolah anakku juga tetap mengadakan perpisahan, dan diwajibkan menabung dari kelas 1. Alhamdulillah anakku lulus tahun ini, saya tidak mengeluarkan lagi uang, karena memang sudah menabung. Untuk menabung pun tidak dipatok harus berapa, intinya menabung. Kalau ada kekurangan pun tidak akan besar."

Rizqy:

"Aku sih setuju wisuda TK-SMA dihapus. Kalau pun perpisahan ya perpisahan sederhana saja. Kasihan orang tua yang kurang begitu berada ekonominya."

Ilham:

"Memang anak muda sekarang tahu fungsi wisuda itu diperuntukkan untuk apa? Kalau wisuda disamaratakan baik siswa dan mahasiswa, lantas di mana letak kebanggaannya? Jadi kembalikan wisuda ke tingkat tertinggi untuk para mahasiswa yang sudah selesai menjalankan kewajiban perkuliahan, karena untuk mendapatkan gelar itu sangat susah, berbeda dengan anak sekolah yang cukup datang lalu naik kelas."

Tutik Silvia:

"Kalau dulu perpisahan sekolah... Ada acara menari (dari ekstrakurikuler tari), ada banyak acara lah... Ada acara masak-masak bersama (meskipun hasilnya kacau), tapi kebersamaan yang penting... Berfoto-foto masih dengan seragam..."

Komentar