Makalah Penerapan Pancasila dalam Konteks Berbangsa dan Bernegara PPKn Kelas 11 SMA/SMK


Berikut adalah makalah tentang “Penerapan Pancasila dalam Konteks Berbangsa dan Bernegara” mata pelajaran PPKn Kelas 11 SMA/SMK.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia bukan hanya sekadar kata-kata dalam dokumen-dokumen resmi. Lebih dari itu, Pancasila harus tercermin dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti bahwa penerapan Pancasila tidak hanya sebatas simbolik, tetapi juga harus tercermin dalam tindakan nyata pemerintah yang menjalankan negara.

Dalam mengkaji bagaimana Pancasila diterapkan dalam praktik bernegara, kita perlu memahami bahwa Pancasila memiliki tiga tataran nilai yang saling terkait. Pertama, ada nilai dasar yang bersifat abstrak dan tetap. Kedua, ada nilai instrumental yang bersifat kontekstual dan merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar. Ketiga, ada nilai praksis yang mengacu pada penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan negara.

Dalam makalah ini, akan menyoroti dua tataran nilai, yaitu nilai instrumental dan nilai praksis. Nilai instrumental merupakan panduan kinerja yang mengarah pada tujuan dan tindakan konkret, seperti undang-undang dan peraturan pemerintah. Nilai ini harus selaras dengan nilai dasar Pancasila. Di sisi lain, nilai praksis adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila tercermin dalam tindakan nyata masyarakat dan negara, baik dalam hubungan antarwarga maupun dalam kebijakan pemerintah.

Melalui makalah ini, kita akan menjelajahi contoh konkret dari penerapan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praksis Pancasila dalam kehidupan bernegara. Dalam masing-masing sila Pancasila, kita akan melihat bagaimana nilai-nilai dasar mewujud dalam nilai-nilai instrumental yang tercermin dalam hukum dan peraturan, serta bagaimana nilai-nilai praksis mencerminkan pengamalan Pancasila dalam tindakan nyata.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, bagaimana penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia?
  2. Bagaimana hubungan antara nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis dalam penerapan Pancasila dalam praktik bernegara?
  3. Bagaimana nilai-nilai instrumental dan nilai praksis mengarah pada pembentukan undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai penjabaran dari Pancasila?
  4. Bagaimana wujud konkret dari nilai-nilai instrumental dan nilai praksis dalam setiap sila Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia?

C. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk:
  1. Mengkaji dan menjelaskan bagaimana nilai-nilai Pancasila diterapkan dalam kehidupan bernegara di Indonesia.
  2. Menganalisis hubungan antara nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis dalam konteks penerapan Pancasila.
  3. Memahami bagaimana nilai-nilai instrumental dan nilai praksis tercermin dalam undang-undang dan peraturan pemerintah yang menjadi pedoman negara.
  4. Mengilustrasikan bentuk konkret dari nilai-nilai instrumental dan nilai praksis dalam setiap sila Pancasila, mulai dari Ketuhanan Yang Maha Esa hingga Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Penerapan Pancasila dalam Kehidupan Bernegara

Sebagai dasar negara, Pancasila tentu saja tidak cukup hanya tertera dalam sejumlah dokumen negara, tidak juga diperingati melalui upacara dan kegiatan lainnya. Lebih dari itu, negara harus diatur dan diselenggarakan berdasarkan Pancasila. Tidak boleh ada pelanggaran Pancasila yang dilakukan oleh pemerintah selaku penyelenggara negara.

Untuk menelaah bagaimana penerapan Pancasila dalam praktik bernegara, perlu diketahui bahwa dalam ideologi Pancasila, menurut Moerdiono, terdapat tiga tataran nilai.

a. Nilai Dasar, suatu nilai yang bersifat abstrak dan tetap, terlepas dari pengaruh perubahan ruang dan waktu. Nilai dasar ini merupakan prinsip yang kebenarannya bersifat absolut. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar yang berkenaan dengan eksistensi sesuatu, mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar, dan ciri khasnya. Nilai dasar inilah yang telah ditetapkan oleh para pendiri bangsa, sehingga Pancasila disepakati sebagai dasar negara. Ketika Soekarno mengatakan bahwa Pancasila itu digali dari tradisi luhur dan perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme, maka yang dimaksudkan adalah nilai dasar itu. Nilai dasar itu berbunyi lima sila dalam Pancasila. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut meliputi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, serta nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Nilai Instrumental, nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila, berupa arahan kinerja untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini harus disesuaikan dengan tuntutan zaman, dan mengacu serta berlandasarkan pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari kandungan nilainya, nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.

c. Nilai Praksis, adalah nilai yang terdapat dalam kenyataan hidup sehari-hari, baik dalam konteks kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Nilai praksis adalah wujud dari penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik dilakukan oleh lembaga negara: eksekutif, legislatif, dan yudikatif, maupun dilakukan oleh organisasi masyarakat, bahkan warga negara secara perseorangan.

Dari tiga tataran nilai Pancasila tersebut, yang akan menjadi pokok bahasan di sini adalah nilai instrumental dan nilai praksis. Pada praktiknya, nilai instrumental dan nilai praksis harus mengacu dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar. Nilai praksis tidak boleh bertentangan dengan nilai instrumental. Dengan menggunakan kerangka berpikir seperti ini, kita akan menelaah tentang praktik ber-Pancasila dalam kehidupan bernegara.

Wujud dari nilai instrumental tersebut berupa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Sebagai penjabaran dari nilai Pancasila, nilai instrumental tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar Pancasila.

B. Wujud Nilai Instrumental dan Nilai Praksis

Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa

Nilai Dasar: Ketuhanan

Nilai Instrumental

UUD 1945, Pasal 28E:
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

UUD 1945, Pasal 29:
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Nilai Praksis
  • Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  • Percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  • Tidak melakukan penistaan dari suatu agama seperti melakukan pembakaran rumah-rumah ibadah.
  • Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Nilai Dasar: Kemanusiaan

Nilai Instrumental

UUD 1945, Pasal 14: 
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. 
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

UUD 1945, Pasal 28A: 
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”

UUD 1945, Pasal 28B:
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 

UUD 1945, Pasal 28G:
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” 
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat menusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.”

UUD 1945, Pasal 28I:
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. 
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. 

UUD 1945, Pasal 28J:
“Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.

Nilai Praksis
  • Mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membedakan.
  • Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  • Tidak semena-mena terhadap orang lain.
  • Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, seperti acara acara bakti sosial, memberikan bantuan kepada panti-panti asuhan sebagai bentuk kemanusiaan peduli akan sesama.

Sila Ketiga: Persatuan Indonesia

Nilai Dasar: Persatuan

Nilai Instrumental

UUD 1945, Pasal 25A:
“Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.”

UUD 1945, Pasal 35:
“Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.” 

UUD 1945, Pasal 36:
“Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.” 

UUD 1945, Pasal 36A:
“Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.”

UUD 1945, Pasal 36B:
“Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.”

Nilai Praksis
  • Mengembangkan sikap saling menghargai.
  • Membina hubungan baik dengan semua unsur bangsa.
  • Memajukan pergaulan demi peraturan bangsa.
  • Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan Indonesia.
  • Mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Nilai Dasar: Kerakyatan

Nilai Instrumental

UUD 1945, Pasal 2:
(1) Majelis Permusyawaratan rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. 
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

UUD 1945, Pasal 3:
“Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”

UUD 1945, Pasal 6A:
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

UUD 1945, Pasal 19
(1)`Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
(2)`Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

Nilai Praksis
  • Menghindari aksi “Walk Out” dalam suatu musyawarah.
  • Menghargai hasil musyawarah.
  • Ikut serta dalam pemilihan umum, pilpres, dan pilkada.
  • Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil rakyat yang telah terpilih dan yang menjadi wakil rakyat juga harus mampu membawa aspirasi rakyat.
  • Tidak memaksakan kehendak kita kepada orang lain.
  • Menghormati dan menghargai pendapat orang lain.

Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Nilai Dasar: Keadilan

Nilai Instrumental

UUD 1945, Pasal 33:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan 
kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

UUD 1945, Pasal 34:
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. 
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Nilai Praksis
  • Suka melakukan perbuatan dalam rangka mewujudkan kemajuan dan keadilan sosial.
  • Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  • Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  • Menghormati hak-hak orang lain.
  • Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
  • Tidak bersifat boros, dan suka bekerja keras.
  • Tidak bergaya hidup mewah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penerapan Pancasila merupakan pondasi utama yang mengatur dan mengarahkan kehidupan negara Indonesia. Pancasila tidak hanya berupa kata-kata dalam dokumen resmi, tetapi juga harus tercermin dalam tindakan dan praktek nyata. Nilai-nilai dalam Pancasila memiliki tiga tataran penting, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.

Nilai dasar Pancasila mencakup lima sila yang menjadi fondasi eksistensi negara, seperti Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, persatuan Indonesia, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Nilai-nilai ini menjadi pedoman dalam membentuk struktur dan tatanan negara.

Pada nilai instrumental, terjadi penjabaran lebih lanjut mengenai nilai-nilai dasar ke dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Nilai instrumental ini harus selaras dengan nilai dasar dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila. Pemerintahan dan lembaga negara memiliki peran penting dalam merumuskan kebijakan dan strategi yang mengimplementasikan nilai-nilai ini dalam praktik.

Sementara itu, dalam nilai praksis, nilai-nilai Pancasila diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam konteks masyarakat maupun bernegara. Ini mencakup sikap saling menghormati, mencintai sesama manusia, memajukan pergaulan berdasarkan aturan, menghargai hasil musyawarah, serta mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan.

B. Saran

Dalam upaya mewujudkan penerapan Pancasila yang efektif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berikut beberapa saran yang dapat diambil:
  • Pendidikan mengenai nilai-nilai Pancasila perlu ditingkatkan secara terintegrasi di semua tingkatan pendidikan. Sosialisasi nilai-nilai Pancasila juga perlu ditingkatkan melalui berbagai media untuk menciptakan pemahaman dan kesadaran yang lebih baik di kalangan masyarakat.
  • Pemerintah dan lembaga negara perlu memastikan bahwa semua kebijakan dan tindakan yang diambil selaras dengan nilai dasar Pancasila dan tidak melanggar prinsip-prinsipnya.
  • Masyarakat perlu berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam pemerintahan dan lembaga negara.
  • Peningkatan kesejahteraan dan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat akan membantu mewujudkan keadilan sosial sesuai nilai dasar Pancasila.
  • Pembinaan kerukunan antaragama dan antarsuku perlu terus ditingkatkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
  • Berpartisipasi aktif dalam musyawarah dan menghormati hasilnya, demi kepentingan bersama.
  • Masyarakat perlu mengapresiasi dan mendorong kegiatan-kegiatan kemanusiaan serta pengembangan kreativitas yang berorientasi pada kesejahteraan bersama.