Makalah Paham Kebangsaan, Nasionalisme, dan Menjaga NKRI PPKn Kelas 10 SMA/SMK


Berikut adalah makalah tentang “Paham Kebangsaan, Nasionalisme, dan Menjaga NKRI” mata pelajaran PPKn Kelas 10 SMA/SMK.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makalah ini membahas tentang ide-ide yang menjadi dasar pembentukan Indonesia sebagai negara, yang disusun oleh para pendiri bangsa (the founding fathers).

Dalam rapat-rapat sebelum kemerdekaan, seperti sidang BPUPK pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945, terjadi diskusi mengenai konsep kebangsaan dan nasionalisme. Terdapat perbedaan pandangan di kalangan tokoh-tokoh bangsa, khususnya antara kelompok nasionalis dan islamis.

Sidang BPUPK menampilkan perbedaan pendapat antara kelompok nasionalis dan islamis mengenai makna kebangsaan. Soekarno menekankan bahwa pandangannya tidak bermaksud menyerang pandangan kelompok Islam, melainkan merumuskan dasar kebangsaan untuk Indonesia. Dalam pandangannya, kebangsaan menjadi landasan penting untuk membangun negara.

Soekarno menggambarkan pemahaman tentang kebangsaan dengan mengutip pendapat tokoh seperti Ernest Renan dan Otto Bauer. Menurut Renan, syarat bangsa adalah "kehendak akan bersatu," di mana orang-orang merasa bersatu dan mau bersatu. Namun, Soekarno menyatakan bahwa pendapat ini tidak mencakup seluruh aspek kebangsaan.

Soekarno menyimpulkan bahwa konsep kebangsaan Indonesia tidak hanya didasarkan pada daerah atau suku tertentu, tetapi mencakup semua orang yang tinggal di wilayah Indonesia. Ia menegaskan bahwa nasionalisme adalah sikap politik dari masyarakat dan bangsa yang memiliki kesamaan budaya, wilayah, cita-cita, dan tujuan. Dengan pemahaman ini, masyarakat Indonesia merasa memiliki kesetiaan yang mendalam terhadap negara dan bangsa mereka.

Makalah ini membantu kita memahami pentingnya kebangsaan dan nasionalisme dalam membangun dan menjaga persatuan Indonesia (NKRI), serta bagaimana pandangan Soekarno membentuk konsep ini dalam konteks Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai paham kebangsaan dan nasionalisme serta bagaimana perbedaan pandangan dalam sidang BPUPK mempengaruhi pembentukan konsep kebangsaan Indonesia. Adapun rumusan makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Apa ide dasar yang menjadi landasan berdirinya Indonesia?
  2. Bagaimana pandangan berbeda antara kelompok nasionalis dan islamis dalam sidang BPUPK mengenai kebangsaan?
  3. Bagaimana pandangan Soekarno memengaruhi pembentukan konsep kebangsaan dalam konteks Indonesia?
  4. Apa yang dimaksud dengan persatuan antara "orang dan tempat" menurut Soekarno?
  5. Bagaimana hubungan antara geopolitik dengan konsep kebangsaan menurut pandangan Soekarno?

C. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk:
  1. Menjelaskan ide-ide pokok dari para pendiri bangsa yang membentuk dasar berdirinya Indonesia.
  2. Menguraikan perbedaan pandangan antara kelompok nasionalis dan islamis dalam sidang BPUPK mengenai makna kebangsaan.
  3. Menganalisis pengaruh pidato Soekarno terhadap pembentukan konsep kebangsaan dalam konteks Indonesia.
  4. Mendiskusikan konsep "persatuan antara orang dan tempat" sebagai elemen penting dalam kebangsaan Indonesia.
  5. Mengaitkan pandangan Soekarno tentang geopolitik dengan pemahaman tentang kebangsaan dan nasionalisme.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Kebangsaan dan Perdebatan di Sidang BPUPK

Tegak berdirinya Indonesia sesungguhnya dibangun oleh ide-ide besar dari para pendiri bangsa (the founding fathers). Di antara ide itu, tentang paham kebangsaan, yang dalam rapat atau sidang-sidang sebelum Indonesia merdeka, seperti pada BPUPK 29 Mei-1 Juni 1945, terjadi diskusi atau tukar pikiran mengenai apa yang dimaksud dengan bangsa dan kebangsaan itu?

Perbedaan pendapat di antara tokoh-tokoh bangsa dalam sidang BPUPK tentang makna kebangsaan terlihat dalam pidato Soekarno, 1 Juni 1945. Pendapat Soekarno menjadi titik tolak dalam merumuskan konsep kebangsaan dalam konteks Indonesia.

Dalam sidang BPUPK, perbedaan pandangan mengenai suatu persoalan dapat dilihat dari dua kelompok, antara kubu nasionalis dan islamis. Karena itu, Soekarno memberikan penekanan bahwa apa yang disampaikannya saat sidang, atas dasar sebagai bagian dari bangsa, yang tidak memiliki tendensi untuk menolak atau mendukung salah satu kubu.

Sebagaimana terlihat secara eksplisit dalam petikan pidatonya, Soekarno menggarisbawahi dua hal. Pertama, tentang identitas dirinya yang juga merupakan penganut agama Islam, sehingga pendapat-pendapatnya tidak dimaksudkan untuk menyerang atau menolak pandangan tokoh Islam. Kedua, meletakkan paham kebangsaan sebagai dasar tegak berdirinya sebuah negara.

Saya minta saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan saudara-saudara Islam lain: maafkanlah saya memakai perkataan “kebangsaan” ini! Sayapun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudara-saudara, janganlah saudara-saudara salah faham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan.

Soekarno, jika kita baca isi pidatonya dengan seksama, akan terlihat, di satu sisi ia setuju dengan Ki Bagus Hadikusumo, sedang di sisi lain, ia justru tidak setuju kepada tokoh-tokoh perumus konsep kebangsaan seperti Ernest Renan dan Otto Bauer.

Sebagai saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak tuanpun adalah orang Indonesia, nenek tuanpun bangsa Indonesia, datuk-datuk tuan, nenek-moyang tuanpun bangsa Indonesia. Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia.

Soekarno mengajukan pertanyaan: Apakah yang dinamakan bangsa? Apakah syaratnya bangsa? Upaya menjawab pertanyaan yang diajukannya itu, di sinilah terlihat wawasan kebangsaan Soekarno yang begitu luas. Ia pada awalnya ingat dan mengutip pendapat tokoh terkemuka bernama Ernest Renan dan Otto Bauer.

Menurut Renan syarat bangsa ialah “kehendak akan bersatu”. Perlu orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu. Ernest Renan menyebut syarat bangsa: “le desir d’etre ensemble”, yaitu kehendak akan bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu satu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.

Kalau kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi Otto Bauer, di dalam bukunya “Die Nationalitatenfrage”, disitu ditanyakan: “Was ist eine Nation?” dan jawabnya ialah: “Eine Nation ist eine aus chiksals-gemeinschat erwachsene Charaktergemeinschat”. Inilah menurut Otto Bauer satu natie. (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib).

Namun demikian, Soekarno tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat Ernest Renan dan Otto Bauer. Sebab, kata Soekarno, tatkala Otto Bauer mengadakan definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan Geopolitik.

Geopolitik adalah merujuk pada hubungan antara politik dengan teritori dalam skala lokal, nasional, dan internasional; ilmu atau studi mengenai penyelenggaraan negara yang kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau daerah pada suatu bangsa.

Soekarno pada akhirnya setuju dengan Ki Bagus Hadikusumo dan Munanan, sekaligus menegaskan, bahwa kebangsaan itu erat hubungannya dengan persatuan antara “orang dan tempat”.

B. Pidato Soekarno dan Makna Kebangsaan dalam Konteks Indonesia

Perhatikan penjelasan Soekarno berikut:

Kemarin, kalau tidak salah, saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo, atau Moenandar, mengatakan tentang “Persatuan antara orang dan tempat”. Persatuan antara orang dan tempat, tuan-tuan sekalian, persatuan antara manusia dan tempatnya!

Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan “Gemeinschat”nya dan perasaan orangnya, “l’ame et desir”. Mereka hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami manusia itu, Apakah tempat itu?

Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah s.w.t membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana “kesatuan-kesatuan” disitu. Seorang anak kecil pun, jikalau ia melihat peta dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan.

Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau di antara 2 lautan yang besar, lautan Pasifik dan lautan Hindia, dan di antara 2 benua, yaitu benua Asia dan benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmaheira, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil di antaranya, adalah satu kesatuan.

Persatuan antara orang dan tempat itulah yang melahirkan apa yang lazim disebut “Tanah Air kita” atau “tumpah darah kita”.

C. Kebangsaan dan Persatuan: Identitas Indonesia dalam Perspektif Geopolitik

Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah-darah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia yang bulat, bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah s.w.t. menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudra, itulah tanah air kita!

Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat, antara rakyat dan buminya, maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan oleh Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak cukup “le desir d’etre ensemble”, tidak cukup definisi Otto Bauer “aus schiksalsgemeinschat erwachsene Charaktergemeinschat” itu.

Menurut Soekarno, bangsa atau kebangsaan itu tidak berdasarkan satu daerah tertentu, contohnya Pulau Jawa, tetapi mencakup semua pulau, semua etnis, dalam teritorial Indonesia. Ini menjadi landasan pentingnya persatuan Indonesia, mencintai dan turut menjaga keutuhan NKRI.

Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bagian kecil dari pada satu kesatuan! Penduduk Yogyapun adalah merasa “le desir d’etre ensemble”, tetapi Yogya hanya satu bagian kecil dari pada satu kesatuan. Di Jawa Barat, rakyat Pasundan sangat merasakan “le desir d’etre ensemble”, tetapi Sunda hanya satu bagian kecil dari pada satu kesatuan.

Pendek kata, bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan “le desir d’etre ensemble” di atas daerah kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang, menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh s.w.t., tinggal di kesatuan semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatra sampai ke Irian! Seluruhnya!

Dari sanalah, pemahaman yang substansial terhadap makna kebangsaan, mengantarkan pada sikap nasionalisme yang menghendaki rasa ingin bersatu, persatuan perangai dan nasib. Dalam pemahaman yang lebih luas, nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat dan bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, wilayah, serta kesamaan cita-cita, dan tujuan. Dengan demikian, masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam uraian pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia sebagai negara didirikan atas dasar ide-ide besar dari para pendiri bangsa, termasuk konsep kebangsaan yang diperdebatkan dalam sidang BPUPK. Terdapat perbedaan pandangan antara kelompok nasionalis dan islamis, namun Soekarno menekankan pentingnya kebangsaan sebagai dasar berdirinya negara.

Pidato Soekarno pada sidang BPUPK menggarisbawahi dua hal penting. Pertama, ia menekankan identitas Islamnya dan mengklarifikasi bahwa pendapatnya tidak dimaksudkan untuk menyerang pandangan tokoh Islam. Kedua, Soekarno menegaskan bahwa paham kebangsaan adalah dasar utama berdirinya Indonesia.

Dalam diskusi mengenai makna kebangsaan, Soekarno mengutip pandangan Ernest Renan dan Otto Bauer. Renan menyatakan bahwa syarat bangsa adalah "kehendak akan bersatu", sedangkan Bauer mendefinisikan bangsa sebagai "persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib". Meskipun ada persetujuan, Soekarno tidak sepenuhnya setuju dengan definisi mereka karena belum memasukkan faktor geopolitik.

Soekarno menunjukkan bahwa persatuan antara orang dan tempat adalah aspek penting kebangsaan. Ia mengaitkan keberadaan bangsa Indonesia dengan kesatuan pulau-pulau di wilayah Indonesia yang dihubungkan oleh dua benua dan dua samudra. Tanah air Indonesia merupakan hasil dari persatuan ini.

B. Saran

Dalam konteks pemahaman paham kebangsaan, nasionalisme, dan pentingnya menjaga NKRI, terdapat beberapa saran yang dapat diambil, yakni:
  1. Pendidikan nasionalisme perlu ditingkatkan untuk memastikan generasi muda memahami nilai-nilai persatuan dan kesatuan serta pentingnya menjaga NKRI.
  2. Mempromosikan keragaman budaya di Indonesia sebagai sarana memperkuat kesatuan bangsa dan meningkatkan rasa cinta tanah air.
  3. Mendorong pembangunan ekonomi dan sosial di seluruh wilayah Indonesia dapat membantu menjaga persatuan dan kesatuan negara.
  4. Mengedukasi masyarakat tentang arti penting kebangsaan, sejarah, dan kontribusi masing-masing individu dalam membangun negara.

Dengan mengikuti saran-saran tersebut, diharapkan kesadaran dan pengertian mengenai kebangsaan, nasionalisme, dan pentingnya NKRI dapat ditingkatkan, sehingga Indonesia dapat terus berkembang sebagai negara yang kuat dan bersatu.