Soal dan Jawaban materi Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam - PAI & Budi Pekerti Kelas 11 SMA/SMK

Berikut adalah soal mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XI SMA/SMK materi Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam lengkap dengan kunci jawaban.

Soal Essay:
  1. Tuliskan pengertian Mu’amalah
  2. Sebutkan hal-hal yang dilarang Islam dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang- piutang, dan pinjam-meminjam
  3. Sebutkan dan jelaskan macam-macam Mu’amalah
  4. Tuliskan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Islam tentang jual-beli
  5. Tuliskan Pengertian Khiyar
  6. Sebutkan dan jelaskan macam-macam Khiyar
  7. Tuliskan Pengertian Riba
  8. Sebutkan syarat jual-beli barang sejenis seperti emas dengan emas atau perak guna menghindari riba
  9. Sebutkan dan jelaskan macam-macam Riba
  10. Sebutkan 3 rukun utang-piutang
  11. Sebutkan syarat dan rukun sewa-menyewa
  12. Tuliskan hal-hal yang harus diketahui secara jelas dan disepakati bersama dalam kontrak tenaga kerja
  13. Tuliskan pengertian Syirkah
  14. Sebutkan rukun dan syarat Syirkah
  15. Sebutkan dan jelaskan macam-macam Syirkah
  16. Sebutkan dan jelaskan beberapa cara yang digunakan bank syariah bersih dari riba
  17. Tuliskan prinsip-prinsip asuransi Syari’ah
  18. Jelaskan perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional

Kunci Jawaban:

1. Menurut kamus Bahasa Indonesia Mu’amalah artinya hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dan sebagainya).

Sementara menurut fiqh Islam Mu’amalah artinya tukar-menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.

2. Hal-hal yang dilarang Islam dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang- piutang, dan pinjam-meminjam antara lain:
  • Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
  • Tidak boleh melakukan kegiatan riba.
  • Tidak boleh dengan cara-cara zalim (aniaya).
  • Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
  • Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.
  • Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.
3. Macam-macam Mu’amalah, yakni:
  • Jual-beli, yaitu kesepakatan tukar-menukar benda untuk memiliki benda tersebut selamanya.
  • Utang-piutang, yaitu menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian.
  • Sewa-menyewa, dalam fiqh Islam disebut ijarah, artinya imbalan yang harus diterima oleh seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan.
4. Syarat-syarat jual-beli yang telah ditetapkan dalam Islam, yaitu:
a. Penjual dan pembelinya haruslah:
  • ballig
  • berakal sehat
  • atas kehendak sendiri
b. Uang dan barangnya haruslah:
  • halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala, termasuk lemak bangkai tersebut;
  • bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan harta atau pemboros.
  • Keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak dapat diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan dalam laut atau barang yang sedang dijadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya.
  • Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
  • Milik sendiri
c. Ijab Qobul, artinya jual-beli itu berlangsung suka sama suka antara penjual dan pembeli.

5. Khiyar adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli atau membatalkannya. Islam memperbolehkan melakukan khiyar karena jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka, tanpa ada unsur paksaan sedikit pun. Penjual berhak mempertahankan harga barang dagangannya, sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang yang diyakininya.

6. Macam-macam Khiyar, yakni:
  • Khiyar Majelis, yaitu selama penjual dan pembeli masih berada di tempat berlangsungnya transaksi/tawar-menawar. Keduanya berhak memutuskan meneruskan atau membatalkan jual-beli.
  • Khiyar Syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya penjual mengatakan, “Saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar tiga hari.” Maksudnya penjual memberi batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya pembelian tersebut dalam waktu tiga hari. Apabila pembeli mengiyakan, status barang tersebut sementara waktu (dalam masa khiyar) tidak ada pemiliknya. Artinya, si penjual tidak berhak menawarkan kepada orang lain lagi. Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak jadi, barang tersebut menjadi hak penjual kembali.
  • Khiyar Aibi (cacat), yaitu pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan sesegera mungkin.
7. Riba bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering terjadi dalam pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam.

8. Guna menghindari riba, maka syarat jual-beli barang sejenis seperti emas dengan emas atau perak adalah:
  • Sama timbangan ukurannya
  • Dilakukan serah terima saat itu juga
  • Tunai
9. Macam-macam Riba, yakni:
  • Riba Fadli, yaitu pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya. Contohnya, cincin emas 22 karat seberat 10 gram ditukar dengan emas 22 karat namun seberat 11 gram. Kelebihannya itulah yang termasuk riba.
  • Riba Qordi, yaitu pinjam-meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat mengembalikannya. Contohnya si A bersedia meminjami si B uang sebesar Rp100.000,00 asal si B bersedia mengembalikannya sebesar Rp115.000,00. Bunga pinjaman itulah yang disebut riba.
  • Riba Yadi, yaitu akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjual dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima. Seperti penjualan kacang atau ketela yang masih di dalam tanah.
  • Riba Nasi’ah, yaitu akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian. Contohnya, membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan setelah besar-besar atau setelah layak dipetik. Atau, membeli padi di musim kemarau, tetapi diserahkan setelah panen.
10. 3 rukun utang-piutang, yakni:
  • Yang berpiutang dan yang berutang
  • Ada harta atau barang
  • Lafadz kesepakatan. Misal: “Saya utangkan ini kepadamu.” Yang berutang menjawab, “Ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas) atau jika sudah punya akan saya lunasi.”
11. Syarat dan rukun sewa-menyewa, yakni:
  • Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah ballig dan berakal sehat.
  • Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
  • Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewa- kan, atau walinya.
  • Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
  • Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak
  • Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
  • Harga sewa dan cara pembayarannya juga harus ditentukan dengan jelas serta disepakati bersama.
12. Hal-hal yang harus diketahui secara jelas dan disepakati bersama dalam kontrak tenaga kerja, yaitu:
  • Jenis pekerjaan dan jam kerjanya.
  • Berapa lama masa kerja.
  • Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan, mingguan ataukah borongan?
  • Tunjangan-tunjangan seperti transport, kesehatan, dan lain-lain, kalau ada.
13. Secara bahasa, syirkah (perseroan) artinya mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

Sementara menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.

14. Rukun dan syarat Syirkah, yakni:
  • Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Syarat orang yang melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasarruf (pengelolaan harta).
  • Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal. Adapun syarat pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
  • Akad atau yang disebut juga dengan istilah sigat. Adapun syarat sah akad harus berupa tasarruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.
15. Macam-macam Syirkah, yaitu:
a. Syirkah ‘inan, adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing- masing memberi kontribusi kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil sunah dan ijma’ sahabat.

Contoh syirkah ‘inan: A dan B sarjana teknik komputer. A dan B sepakat menjalankan bisnis perakitan komputer dengan membuka pusat service dan penjualan komponen komputer. Masing-masing memberikan kontribusi modal sebesar Rp10 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.

b. Syirkah ‘abdan, adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (amal). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun kerja fisik (seperti tukang batu). Syirkah ini juga disebut syirkah ‘amal.

Contohnya: A dan B sama- sama nelayan dan bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka juga sepakat apabila   memperoleh   ikan akan dijual dan hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.

c. Syirkah wujuh, adalah kerja sama karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal) dengan pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal (mal).

Contohnya: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang secara kredit. A dan B bersepakat bahwa masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu, keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua. Sementara harga pokoknya dikembalikan kepada pedagang.

d. Syirkah mufawadah, adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya.

Contohnya: A adalah pemodal, berkontribusi modal kepada B dan C. Kemudian, B dan C juga sepakat untuk berkontribusi modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang terjadi adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan kontribusi kerja saja. Namun, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud mudarabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan kontribusi modal, di samping kontribusi kerja, berarti terwujud syirkah ‘inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujµh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah dan disebut syirkah mufawadah.

16. Beberapa cara yang digunakan bank syariah bersih dari riba, yaitu:
  • Mudarabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan perjanjian bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase sesuai perjanjian.
  • Musyarakah, yaitu kerja sama antara pihak bank dan pengusaha di mana masing-masing pihak sama-sama memiliki saham.
  • Wadi’ah, yaitu jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga. Amanah dari pihak nasabah tersebut dipelihara dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang dititipkan dan menjamin bisa mengembalikan dana tersebut sewaktu-waktu pemiliknya memerlukan.
  • Qardul hasan, yaitu pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik dalam keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh tempo.
  • Murabahah, yaitu suatu istilah dalam fiqh Islam yang menggambarkan suatu jenis penjualan di mana penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan ditambah jumlah keuntungan tertentu di atas biaya produksi. Di sini, penjual mengungkapkan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak diambilnya.
17. Prinsip-prinsip asuransi Syari’ah, yaitu:
  • Produk asuransi tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam
  • Pada umumnya, para ulama berpendapat asuransi yang berdasarkan syari’ah dibolehkan dan asuransi konvensional haram hukumnya.
  • Asuransi dalam ajaran Islam merupakan salah satu upaya seorang muslim yang didasarkan nilai tauhid
  • Menanggung musibah secara bersama-sama
18. Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional, yaitu:
  • Pada asuransi konvensional adanya ‘jual-beli’ atas risiko kerugian yang belum pasti terjadi. Sedangkan asuransi syari’ah mensyaratkan adanya sesuatu yang bersifat pasti, apakah itu berbentuk barang ataupun jasa.
  • Pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, di mana peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi ketika ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Sedangkan dalam konsep asuransi syari’ah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus.

Komentar