Soal dan Jawaban materi Al-Qur’an dan Hadis adalah Pedoman Hidupku - PAI & Budi Pekerti Kelas 10 SMA/SMK

Berikut adalah soal mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas X SMA/SMK materi Al-Qur’an dan Hadis adalah Pedoman Hidupku lengkap dengan kunci jawaban.

Soal Essay:
  1. Jelaskan pengertian al-qur’an menurut bahasa dan istilah
  2. Jelaskan kedudukan al-Qur’an
  3. Sebutkan dan jelaskan tiga macam hukum yang terdapat dalam al-Qur’an
  4. Jelaskan pengertian Hadis atau Sunnah menurut bahasa dan istilah
  5. Jelaskan apa perbedaan Hadis dan Sunnah 
  6. Sebutkan dan jelaskan bagian-bagian Hadis
  7. Jelaskan kedudukan Hadis atau Sunnah
  8. Sebutkan dan jelaskan fungsi Hadis terhadap al-Qur’an
  9. Sebutkan dan jelaskan macam-macam Hadis ditinjau dari segi perawinya
  10. Sebutkan dan jelaskan macam-macam Hadis ditinjau dari segi kualitasnya perawinya
  11. Jelaskan pengertian Ijtihad menurut bahasa dan istilah
  12. Tuliskan syarat-syarat melakukan Ijtihad
  13. Jelaskan kedudukan ijtihad
  14. Sebutkan dan jelaskan bentuk-bentuk Ijtihad
  15. Sebutkan dan jelaskan dua macam pembagian hukum islam
  16. Sebutkan dan jelaskan lima macam hukum taklifi
  17. Sebutkan contoh perilaku mulia dari pemahaman terhadap al-Qur’an, hadis, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari
Kunci Jawaban:

1. Pengertian Al-qur’an menurut bahasa:
Al-Qur’an berasal dari kata qara’a - yaqra’u - qira’atan - qur’anan, yang berarti sesuatu yang dibaca atau bacaan.

Pengertian Al-qur’an menurut Istilah:
Dari segi istilah, al-Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawattir, ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surah al- fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas membacanya yang berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw. dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia.

2. Kedudukan al-Qur’an, yaitu sebagai sumber hukum Islam tertinggi sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.

3. Tiga macam hukum yang terdapat dalam al-Qur’an, yaitu:
  • Akidah atau Keimanan, yaitu keyakinan yang tertancap kuat di dalam hati terhadap hal-hal yang gaib yang terangkum dalam rukun iman (arkanu iman), yaitu iman kepada Allah Swt., malaikat, kitab suci, para rasul, hari kiamat, dan qada/qadar Allah Swt.
  • Syari’ah atau Ibadah, yakni hukum yang mengatur tentang tata cara ibadah baik yang berhubungan langsung dengan al-Khaliq (Pencipta), yaitu Allah Swt. yang disebut ‘ibadah mahdah, maupun yang berhubungan dengan sesama makhluknya yang disebut dengan ibadah gairu mahdah.
  • Akhlak atau Budi Pekerti, yaitu hukum untuk menuntun bagaimana seharusnya manusia berakhlak atau berperilaku, baik berakhlak kepada Allah Swt., kepada sesama manusia, dan akhlak terhadap makhluk Allah Swt. yang lain yang tercermin dalam konsep perbuatan manusia yang tampak, mulai dari gerakan mulut (ucapan), tangan, dan kaki.
4. Secara bahasa Hadis atau Sunnah artinya perkataan atau ucapan.
Secara istilah Hadis atau Sunnah artinya segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.

5. Perbedaan Hadis dan Sunnah, yaitu:
Hadis adalah ucapan atau perkataan Rasulullah saw., sedangkan Sunnah adalah segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang menjadi sumber hukum Islam.

6. Bagian-bagian Hadis, yakni:
  • Sanad, yaitu sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan hadis dari Rasulullah saw. sampai kepada kita sekarang ini.
  • Matan, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah saw.
  • Rawi, yaitu orang yang meriwayatkan hadis.
7. Kedudukan Hadis atau Sunnah, yaitu sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an, berada satu tingkat di bawah al- Qur’an. Artinya, jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al- Qur’an, yang harus dijadikan sandaran berikutnya adalah hadis tersebut.

8. Fungsi Hadis terhadap al-Qur’an, yaitu 
  • Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum. Contohnya adalah ayat al-Qur’an yang memerintahkan Shalat. Perintah Salat dalam al-Qur’an masih bersifat umum sehingga diperjelas dengan hadis-hadis Rasulullah saw. tentang Salat, baik tentang tata caranya maupun jumlah bilangan raka’at-nya.
  • Memperkuat pernyataan yang ada dalam al-Qur’an. Misalnya dalam al-Qur’an terdapat ayat yang menyatakan, “Barangsiapa di antara kalian melihat bulan, maka berpuasalah!” Kemudian ayat tersebut diperkuat oleh sebuah hadis yang berbunyi, “...berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya...” (H.R. Bukhari dan Muslim)
  • Menerangkan maksud dan tujuan ayat yang ada dalam al-Qur’an. Misalnya, dalam Q.S. at-Taubah/9:34 dikatakan, “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah Swt., gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih!” Ayat ini dijelaskan oleh hadis yang berbunyi, “Allah Swt. tidak mewajibkan zakat kecuali supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati.” (H.R. Baihaqi)
  • Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’an, yaitu bahwa jika suatu masalah tidak terdapat hukumnya dalam al-Qur’an, diambil dari hadis yang sesuai. Misalnya, bagaimana hukumnya seorang laki-laki yang menikahi saudara perempuan istrinya.
9. Macam-macam Hadis ditinjau dari segi perawinya, yakni:
  • Hadis Mutawattir, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi, baik dari kalangan para sahabat maupun generasi sesudahnya dan dipastikan di antara mereka tidak bersepakat dusta. Contohnya adalah hadis yang berbunyi: “Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya adalah neraka.” (H.R. Bukhari, Muslim)
  • Hadis Masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang tidak mencapai derajat mutawattir, namun setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh sekian banyak tabi’³n sehingga tidak mungkin bersepakat dusta. Contoh hadis jenis ini adalah “Orang Islam adalah orang-orang yang tidak mengganggu orang lain dengan lidah dan tangannya.” (H.R. Bukhari, Muslim dan Tirmizi)
  • Hadis Afiad, yaitu hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang perawi, sehingga tidak mencapai derajat mutawattir.
10. Macam-macam Hadis ditinjau dari segi kualitas perawinya, yakni:
  • Hadis Sahih, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya, tajam penelitiannya, sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw., tidak tercela, dan tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya.
  • Hadis Hasan, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang kuat hafalannya, sanadnya bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan.
  • Hadis da’if, yaitu hadis yang tidak memenuhi kualitas hadis sahih dan hadis hasan. Para ulama mengatakan bahwa hadis ini tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, tetapi dapat dijadikan sebagai motivasi dalam beribadah.
11. Menurut bahasa, Ijtihad berasal dari bahasa Arab yaitu ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga, atau bekerja secara optimal.

Menurut istilah, Ijtihad mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum.

12. Syarat-syarat melakukan Ijtihad, yaitu:
  • Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam
  • Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fikih, dan tarikh (sejarah)
  • Memahami cara merumuskan hukum (istinbat).
  • Memiliki keluhuran akhlak mulia.
13. Kedudukan Ijtihad, yaitu sebagai sumber hukum Islam setelah al- Qur’an dan hadis. Ijtihad dilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan hukumnya dalam al-Qur’an dan hadis. Namun demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihād tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an maupun hadis.

14. Bentuk-bentuk Ijtihad, yakni:
  • Ijma’, yaitu kesepakatan para ulama ahli ijtihād dalam memutuskan suatu perkara atau hukum. Contoh ijma’ di masa sahabat adalah kesepakatan untuk menghimpun wahyu Ilahi yang berbentuk lembaran-lembaran terpisah menjadi sebuah mushaf al-Qur’an yang seperti kita saksikan sekarang ini.
  • Qiyas, yaitu mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’an atau hadis dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’an dan hadis karena kesamaan sifat atau karakternya. Contoh qiyas adalah mengharamkan hukum minuman keras selain khamr seperti brendy, wisky, topi miring, vodka, dan narkoba karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan khamr, yaitu memabukkan.
  • Maslahah Mursalah, yaitu penetapan hukum yang menitikberatkan pada kemanfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki-universal terhadap syari’at Islam. Misalkan, seseorang wajib mengganti atau membayar kerugaian atas kerugian kepada pemilik barang karena kerusakan di luar kesepakatan yang telah ditetapkan.
15. Dua macam pembagian hukum islam, yakni:
  • Hukum taklifi, yaitu adalah tuntunan Allah Swt. yang berkaitan dengan perintah dan larangan
  • Hukum wad’i adalah perintah Allah Swt. yang merupakan sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu.
16. Lima macam hukum taklifi, yakni:
  • Wajib (fardu), yaitu aturan Allah Swt. yang harus dikerjakan, dengan konsekuensi bahwa jika dikerjakan akan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan akan berakibat dosa. Contohnya, perintah wajib shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya.
  • Sunnah (mandub), yaitu tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan dengan konsekuensi jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan karena berat untuk melakukannya tidaklah berdosa.Contohnya ibadah shalat rawatib, puasa Senin-Kamis, dan sebagainya.
  • Haram (tahrim), yaitu larangan untuk mengerjakan suatu pekerjaan atau perbuatan. Konsekuesinya adalah jika larangan tersebut dilakukan akan mendapatkan pahala, dan jika tetap dilakukan akan mendapatkan dosa dan hukuman. Akibat yang ditimbulkan dari mengerjakan larangan Allah Swt. ini dapat langsung mendapat hukuman di dunia, ada pula yang dibalasnya di akhirat kelak. Contohnya larangan meminum minuman keras/narkoba/khamr, larangan berzina, larangan berjudi, dan sebagainya.
  • Makruh (Karahah), yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan. Makruh artinya sesuatu yang dibenci atau tidak disukai. Konsekuensi hukum ini adalah jika dikerjakan tidaklah berdosa, akan tetapi jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Contohnya, mengonsumsi makanan yang beraroma tidak sedap karena zatnya atau sifatnya.
  • Mubah (al-Ibahah), yaitu sesuatu yang boleh untuk dikerjakan dan boleh untuk ditinggalkan. Tidaklah berdosa dan berpahala jika dikerjakan ataupun ditinggalkan. Contohnya makan roti, minum susu, tidur di kasur, dan sebagainya.
17. Contoh perilaku mulia dari pemahaman terhadap al-Qur’an, hadis, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam tergambar dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya:
  • Rajin membaca dan mempelajari al-Qur’an dan hadis baik ketika sedang sibuk ataupun santai.
  • Berusaha untuk menerapkan ajaran-ajaran al-Qur’an dan hadis.
  • Selalu mengkonfirmasi segala persoalan yang dihadapi dengan merujuk kepada al-Qur’an dan hadis, baik dengan mempelajari sendiri atau bertanya kepada yang ahli di bidangnya.
  • Mencintai orang-orang yang senantiasa berusaha mempelajari dan mengamalkan ajaran-ajaran al-Qur’an dan Sunnah.
  • Kritis terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi dengan terus-menerus berupaya agar tidak keluar dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan Sunnah.
  • Membiasakan diri berpikir secara rasional dengan tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an dan hadis.
  • Aktif bertanya dan berdiskusi dengan orang-orang yang dianggap memiliki keahlian agama dan berakhlak mulia.
  • Berhati-hati dalam bertindak dan melaksanakan sesuatu, apakah hal tersebut boleh dikerjakan ataukah hal tersebut boleh ditinggalkan.
  • Selalu berusaha keras untuk mengerjakan segala kewajiban serta meninggalkan dan menjauhi segala larangan.
  • Membiasakan diri untuk mengerjakan ibadah-ibadah sunnah sebagai upaya untuk menyempurnakan ibadah wajib karena khawatir belum sempurna.

Komentar